Iklan

Iklan

Proyek Sepi, Hary Beralih Jadi Peternak Burung Puyuh

BERITA PEMBARUAN
29 Agustus 2020, 11:06 WIB Last Updated 2020-08-29T12:24:50Z

RANTAU TAPIN- Burung puyuh merupakan salah satu rumpun unggas lokal Indonesia yang mempunyai sebaran geografis hampir di seluruh nusantara.

Di tangan Suharyadi pria kelahiran 1990 seorang pekerja bangunan asal Jalan Tembok Baru RT 03/01 Kelurahan Raya Belanti Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin, burung puyuh dijadikan salah satu komoditi unggas yang memiliki nilai jual tak ubahnya ayam potong.

Diakui Hary, ketertarikannya pada dunia ternak puyuh dimulai sejak ia melihat peternakan puyuh dari kedua orangtuanya.

"Namun ketika pandemi pekerjaan proyek bangunan sangat sepi, yang akhirnya saya konsentrasi kelola burung puyuh ini," ujar Hary mengawali ceritanya pada berita pembaruan.com Jumat (28/8/20) malam.

Keingintahuan pria lulusan Madrasah Tsanawiyah Ponpes Darul Muhibin  terpancing tatkala hasil dari telor puyuh itu cukup lumayan menggiurkan, terlebih pangsa pasarnya luas.

Ketertarikan itu mengantarkan Hary untuk mulai mencoba-coba pelihara dan beternak puyuh di kediamannya di Belanti. Dengan menyulap halaman belakang rumah, yang bisa dibuatkan kandang dengan ukuran sekitar 10 meter x 2 meter menjadi kandang burung puyuh itu.

"Kandang tersebut saya bisa diisi 1000 ekor puyuh," ucap Hary sapaan akrab Suharyadi.

Akhirnya kata Hary , ia diuntungkan dengan adanya usaha ini, di musim pandemi. Dan usaha ini bisa untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dari menjual hasil telor puyuh.

"Dari 1000 ekor puyuh, bisa sekitar 70-80 persen bertelur perharinya. Namun bila musim penghujan produksinya berkurang," tutur pria yang sudah punya anak dua ini.

Sementara, masalah pakan kata Hary tidak terlalu kesulitan, hanya masih sedikit cukup memberatkan dari harga yang masih lumayan, belum ditambahkan vitamin.

"Biaya pakan per 50 kilogram Rp. 355 ribu perkarung. Itu bisa untuk 3 hari. Sedangkan vitamin hanya Rp.18 ribu bisa untuk dua minggu. Lalu telur dijual Rp.300 perbutirnya," terangnya.

Saat ini masih kata Hary, ia masih belum bisa menambah puyuh lagi, karena terkendala permodalan. Hary masih ada kredit yang masih belum beres dari Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Ketika ditanya bagaimana jika burung puyuh itu sudah tidak produktif lagi ? Hary dengan santai menjawab, bahwa burung yang sudah tidak bertelur lagi itu usianya sudah diatas 18 bulan dan ada pembelinya.

" Burung itu laku dengan harga sekitar 6-8 ribu rupiah, tukang pecel yang membelinya," kata Hary

Kalau masalah penjualan telur masih kata Hary, itu tidak susah karena, kebutuhan telor puyuh di pasaran cukup tinggi. Meski di Kelurahan ada 10 peternak.

"Pasarnya jelas ada disini. Selain grosir pedagan telor yang menampung,  terkadang para pedagang pentol juga datang membeli ke rumah. Di sini kan banyak tukang pentol, dan tukang baso pun ada yang isi basonya memakai telor puyuh," tuturnya.

Sementara untuk analisa keuntungan nya lanjut Hary, dari 1000 ekor menghasilkan telor 800 butir. Per butir telor dihargai 300 rupiah. Jadi 800 x 300= 240.000 x 3 hari =720.000. Dipotong biaya pakan
355.000/3 hari + 18.000 vitamin = Rp.373.000. Jadi 720.000 - 373.000 = 347.000 / 3 hari keuntungan nya.

" Saya berharap ada pengusaha atau pemrintah mau membantu untuk penambahan usaha ternak burung puyuhnya," tutup Hary. (ron).
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Proyek Sepi, Hary Beralih Jadi Peternak Burung Puyuh

Terkini

Topik Populer

Iklan