JAKARTA- Sebanyak 63 adegan rekonstruksi diperagakan oleh 10 tersangka kasus aborsi ilegal di Percetakan Negara III, Senen, Jakarta Pusat, Jumat sore, (25/9/2020).
Adapun kesepuluh tersangka tersebut, antara lain LA (52 tahun), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
"Sebanyak 63 adegan dilaksanakan lebih kurang 2,5 jam, sesuai dengan yang direncanakan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di lokasi rekonstruksi, Jumat.
Sementara itu pada waktu yang sama Wadir Krimum Polda Metro Jaya, AKBP Jean Calvin Simanjuntak mengatakan, dalam rekonstruksi tersebut, penyidik membaginya menjadi empat klaster, yakni mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga pasca pelaksanaan. Adapun jumlah TKP yang digambarkan dalam rekonstruksi itu sebanyak lima tempat.
"Ada lima lokasi, tapi kami pusatkan semuanya di satu tempat, yakni di klinik aborsi ilegal ini," ujarnya.
Dalam klaster perencanaan, dijelaskan bagaimana tersangka RS memberi tahu pacarnya TN bahwa ia hamil. RS dan TN kemudian sepakat melakukan aborsi dan mendapatkan informasi soal klinik di Percetakan Negara itu di internet.
"RS membuka website serta mendaftar dan bertemu tersangka lainnya, yakni pekerja di rumah aborsi," katanya.
Kemudian RS diantarkan oleh sang pacar ke klinik untuk melakukan aborsi dan berlanjut ke tahap pelaksanaan. Di sana, RS mulai melakukan aborsi dengan dibantu tersangka DK.
Setelah sempat tawar menawar harga, mereka sepakat biaya aborsi sebesar Rp 4 juta. Proses aborsi itu kemudian dilakukan menggunakan alat vakum.
"Lalu tahapan penghilangan barbuk tanpa bahan kimia, yakni dokter membuang gumpalan darah (janin) ke toilet di ruang tindakan," jelas Calvin..
Dari pengakuan para pelaku, klinik telah beroperasi sejak 2017 dan telah mengaborsi 32 ribu lebih janin. Untuk tarif yang dikenakan sekitar Rp 2 juta untuk mengaborsi janin berusia di bawah 5 minggu dan Rp 4 juta untuk janin yang telah berumur di atas 5 minggu.
Dalam sehari, klinik itu bisa melayani 5-6 pasien. Keuntungan yang diraup klinik aborsi ini setiap hari sekitar Rp 10 juta dan meraup Rp 10 miliar hingga terbongkarnya kasus ini.
Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (Okta).