Para Guru honorer saat aksi unjuk rasa ke KPK 11 Januari 2021 lalu. |
BEKASI- Buntut Aksi Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Koordinator Daerah (Korda) Kabupaten Bekasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 11 Januari 2021 lalu, berujung intimidasi atau ancaman pemberhentian terhadap para Guru dan Tenaga Kependidikan(GTK) Non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ancaman terhadap para Guru dan Tenaga Pendidikan Non-ASN itu, diduga dilakukan oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi dari daerah atau sekolah tempat mereka mengabdikan diri menjadi tenaga pengajar.
Ketua Korda FPHI Kabupaten Bekasi, Andi Heryana mengatakan, dinamika perkembangan perjuangan Front Pembela Honorer Indonesia terus mendapatkan progres dan semangat juang yang tertanam dalam diri personal setiap anggota dan sudah tidak bisa ditawar demi cita-cita perjuangan.
“Perjuangan ini kami lakukan agar kawan-kawan seperjuangan kami di FPHI mendapatkan kesejahteraan setara Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bekasi dan mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Bupati Bekasi sebagai legalitas honorer menjadi pegawai Pemerintah Kabupaten Bekasi dan atau abdi negara yang jelas,” tegas Andi, Minggu (31/1/2021).
Menurut Andi, sebagai organisasi yang terbingkai dalam kerja nyata amal ma’ruf dan nahi munkar, sangat logis tuntutan FPHI sebagai panggilan jiwa dan ruh perjuangan mendasar demi tarap hidup atau hidup layak bagi dirinya beserta keluarganya.
“Niat kami gelar aksi di KPK awal bulan Januari 2021 kemarin, honorer bersatu untuk melawan kezholiman di Kabupaten Bekasi ini, maka menjadi arah langkah perjuangan, sehingga semua cara dan langkah yang diyakini dalam perjuangan ditempuh,” terang Andi.
Kenapa, lanjut Andi, honorer demontrasi atau unjuk rasa ke KPK, karena dilatarbelakangi janji yang tidak tidak pernah ditepati disalahkan. Kami, akan terus berjuang jika itu belum kami dapatkan meski situasi terkini para anggota honorer FPHI terutama para simpul gerakan sudah mengalami teror dan ancaman.
“Kami meminta segera bongkar konspirasi kejahatan terstruktur dari oknum pejabat Dinas Pendidikan yang dilindungi,” ungkap Andi.
Akibat perbuatan oknum pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi akhirnya para Kepala Sekolah (Kepsek) dimana tempat para guru honorer mengajar yang menjadi simpul pergerakan perjuangan guru honorer, selalu dipanggil pihak oknum yang bersangkutan meski diluar kewenangan oknum pejabat tersebut.
“Tuntutan kami dari Front Pembela Honorer Indonesia Kabupaten Bekasi tidak lain, yaitu segera berikan gaji honorer (Jastek) setara UMK Kabupaten Bekasi, demi hidup layak dimasa pandemi Covid-19 dan segera berikan SK Bupati Bekasi kepada honorer sebagai legalitas pegawai Pemerintah yang jelas,” tegasnya.
Selain itu kata Andi, segera berikan surat perintah kerja dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi bagi para guru honorer. Segera berikan perjanjian kerja dari Dinas Pendidikan, dan segera berikan surat tugas dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan daerah (BKPPD) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Jika tindak tanduk oknum Pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi ini dibiarkan, maka FPHI akan terus berjuang sampai hal itu diakomodir. Jika tidak, patut diduga memang ada pembiaran atau bisa juga di perintahkan pemimpinannya, sehingga oknum yang kerap kali mengaku orang dekat Bupati bebas berselancar melalukan teror dan ancamannya,” sindir Andi.
“Jika dugaan kami itu benar adanya, maka ini menjadi semangat baru dalam darah juang FPHI. Semakin ditekan, diteror makin semangat perjuangan kedepan progresif revolusioner demi cita-cita bersama amal ma’ruf nahi munkar, sebagai kontrol atas kekuasaan dan kesewenangan kekuasaan saat ini di Kabupaten Bekasi,” sambungnya.
Lebih jauh Andi mengatakan, pergerakan Honorer FPHI ini adalah hak warganegara. Dan sebagai masyarakat Kabupaten Bekasi, maka kami honorer wajib untuk mengawasi kerja dan kinerja Pemerintah Kabupaten Bekasi. Termasuk penyimpangan pengelolaan APBD yang memperkaya diri, kelompok atau golongan demi Bekasi baru, Bekasi bersih di Kabupaten Bekasi. Baik perorangan ataupun secara organisasi.
“Kegiatan kami FPHI ke KPK mestinya didukung sebagai kontrol Pemerintah. Jika Pemerintah bersih dan tidak melakukan penyimpangan pengelolaan APBD mestinya tidak kebakaran jenggot, gusar dan gundah, karena kami sebagai pendidik belum aktif tatap muka, sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di Kabupaten Bekasi,” jelas Andi lagi.
Dari hal diatas FPHI mengutuk keras tindakan kesewenangan oknum pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dengan sikap segera tindak oknum pejabat Kabupaten Bekasi yang menteror beberapa Kepala Sekolah dan guru honorer dalam membuat pernyataan secara paksa yang di tandatangani dengan tekanan diatas meterai tanpa kerelaan dan ikhlasan.
“Para honorer diberikan pilihan yang terlalu tidak masuk akal sehat, mengundurkan diri dan tidak mengikuti lagi semua kegiatan yang berhubungan dengan FPHI. Jika tidak maka Jasteknya akan di coret di tahun 2021. Ini, merupakan terror yang tidak beradab dan melanggar konstitusi, kebebasan berserikat dan berorganisasi,” tegas Andi lagi.
Kenapa melanggar konstitusi, imbuh Andi, karena itu dilindungi Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 1998 yang dibingkai dengan UUD 45 Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan fikiran dengan lisan.
“Ke-2, segera bongkar konspirasi kejahatan terstruktur dari oknum pejabat Dinas Pendidikan dan lindungi para Kepala Sekolah yang selalu dipangil oleh pihak oknum pejabat Dinas Pendidikan diluar kewenangan oknum tersebut. Ya, mungkin saja dia berkelakuan seperti itu, karena merasa dirinya dekat dengan Bupati Bekasi,” tandasnya.(sigit)