Aksi KBPP di Kantor Bupati Karawang, menuntut kenaikan UMK Tahun 2022 dan tuntutan lainnya, Rabu (27/10/2021). |
KARAWANG - Beberapa waktu lalu, berbagai serikat pekerja dan aliansi buruh serta mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta. Aksi tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kinerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin di tahun kedua masa jabatannya.
Massa aksi mengusung 13 tuntutan, mulai dari pencabutan UU Ombnibus Law hingga penerapan demokratisasi dan kebebasan berekspresi di kampus.
Bukan hanya di Jakarta, aksi inipun digelar di sejumlah kabupaten/kota se-Indonesia. Sedangkan di Kabupaten Karawang, aksi dilakukan oleh Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP) pada 27 Oktober 2021.
Dalam aksi ini, ribuan massa aksi Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP), terdiri dari gabungan 7 serikat pekerja, yakni FSP KEP SPSI, FSPEK KASBI, K-SARBUMUSI, dan FSPMI, menggeruduk Kantor Bupati Karawang.
Dalam aksi tersebut, KBPP menyampaikan beberapa tuntutan buruh, yakni meminta kepada Bupati untuk segera mengeluarkan PERBUP UKU tahun 2021, naikkan UMK tahun 2022 sebesar minimal 7.5 % dan batalkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sementara itu, dilansir dari DetikFinance.com, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tetap mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022. Meskipun, ditolak serikat buruh.
"Perhitungan UMK 2022 pakai PP 36 Tahun 2021," kata Sekretaris Jenderal Kemenaker, Anwar Sanusi kepada detikcom, Minggu (31/10/2021).
Sebelumnya diberitakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah tetap mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 untuk menetapkan UMK 2022. Formula UU Cipta Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 diminta abaikan karena aturan itu masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bagaimana mungkin suatu UU yang sedang berproses secara hukum (dipakai), pemerintah tidak menghormati proses hukum tersebut. Untuk itu pakai dasar PP Nomor 78 Tahun 2015, jelas itu. Jadi PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Omnibus Law tidak bisa digunakan sebagai dasar penetapan UMK 2022," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (25/10/2021).
"Kalau pakai rumus PP Nomor 36 Tahun 2021, upah itu turun, bukan naik. Berani nggak pemerintah memutuskan itu? Silakan saja kalau mau menimbulkan gejolak dari buruh, silakan, silakan putuskanlah," kata Said.
Kembali ke Kemenaker, pihaknya menilai proses MK tidak menggugurkan berlakunya aturan sebelum diputuskan batal. "Proses MK kan tidak menggugurkan berlakunya aturan, kecuali nanti diputuskan untuk dibatalkan," tutur Anwar.
Saat ini penetapan UMK 2022 masih dibahas bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Untuk menetapkannya masih menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai indikator penetapan besaran upah minimum di tahun depan.
"Kita nunggu data dari BPS terkait dengan pertumbuhan ekonomi daerah, inflasi, angka kelayakan hidup. Kita targetkan awal November (UMK 2022 diumumkan)," imbuh Anwar.[Ari]