Sabtu 12/04/2025

Iklan

Iklan

KASBI: Omnibus Law dan Kebijakan Upah Murah Adalah Pelanggaran HAM

BERITA PEMBARUAN
10 Desember 2021, 13:28 WIB Last Updated 2021-12-10T06:28:07Z


JAKARTA - Sehubungan dengan Momentum Hari HAM (Hak Azasi Manusia) yang diperingati setiap tanggal 10 Desember, Konfederasi KASBI mengingatkan kembali atas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM masa lalu, baik kepada masyarakat luas, dan juga untuk mendesak kepada Pemerintah agar segera menuntaskan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut.


"Pada situasi ini Konfederasi KASBI berdiri bersama keluarga korban pelanggaran HAM, seperti korban tragedi Mei 1998, Semanggi I dan II, penembakan mahasiswa Trisakti, penghilangan paksa aktivis 1997/1998 serta tragedi kemanusiaan 1965,  korban penculikan dan pembunuhan di zaman Orde Baru seperti Marsinah, Wiji Thukul, Wartawan Udin, dll,' ungkap siaran pers yang disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Konfederasi KASBI Nining Elitos dan Sekretaris Jenderal Sunarno, Jumat (10/12/2021).

 

Dijelaskannya, pasca reformasi 1998 harapan untuk kembali meneguhkan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam penegakan supremasi hukum, kebebasan berserikat, kebebasan berekspresi, serta mewujudkan Hak Asasi Manusia. Namun pelanggaran HAM masih terjadi secara masif yaitu : kasus pembunuhan Munir, Salim Kancil, Pembunuhan 5 Mahasiswa pada aksi Reformasi DiKorupsi, kekerasan dan penangkapan ribuan aktivis mahasiswa dan pelajar pada Aksi Penolakan Omnibus Law cipta kerja, Penggusuran paksa lahan warga masyarakat kulon progo, Wadas, Gunung Slamet, Kendeng, dll.


"Latar belakang tuntutan penegakan supremasi hukum tentunya tak terlepas dari serangkaian kekerasan politik, ketidakadilan dan sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di masa rezim Orde Baru. Ratusan bahkan ribuan orang menjadi korban kekerasan pada medio 1965-1999 akibat norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak ditaati penguasa, yang selalu menggunakan kekerasan sebagai cara penyelesaian," ungkapnya.


Lanjut Nining, pasca reformasi sampai dengan sekarang ini agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM masih di abaikan oleh Negara.  Pengabaian ini bukan saja merendahkan para korban dan keluarga korban namun juga merendahkan nilai dan mekanisme hukum yang semestinya dijunjung tinggi di masa depan. Ketiadaan hukum yang adil telah menempatkan korban dalam ketidakpastian. 


"Ketidakpastian akan keadilan, ketidakpastian kabar berita keluarga yang masih hilang, ketidakpastian status, ketidakpastian fakta kebenaran, ketidakpastian jaminan hak politik, ketidakpastian jaminan dan perlindungan dari diskriminasi, stigmatisasi serta tercerabutnya hak ekonomi, sosial akibat pelanggaran HAM yang dialami," bebernya.


"Pada sektor masyarakat lainya, kaum buruh bekerja dalam sistem kerja yang minim jaminan kepastian kerja, yaitu adanya labour market fleksibility (sistem kerja kontrak, outsourcing, upah murah)," imbuhnya.


Selain itu, sambung Nining, pemberangusan serikat buruh juga masih terus terjadi, yang kemudian berbuntut PHK sepihak, kriminalisasi aktivis buruh, serta pelanggaran hak-hak normatif. Kaum tani makin terpinggirkan karena tanah garapanya banyak di gusur dan di rampas untuk kepentingan pemodal, sedangkan harga pupuk mahal, tapi hasil panen di hargai murah.


"Perlawanan kaum tani juga sering mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi. Hal ini juga di rasakan oleh para aktivis lingkungan, aktivis mahasiswa, dan kaum miskin kota, dll, mereka di perlakukan tidak adil dan sewenang wenang oleh Pemerintah, Aparat dan para penegak hukum," ujarnya 


Saat ini, kata dia, Pemeritah memberlakukan kebijakan upah murah, dengan adanya pemberlakuan Kebijakan Upah Murah tersebut akan semakin menghadapkan kaum buruh pada realitas bahwa jaminan upah yang layak tidak akan pernah didapatkan. Kemudian suramnya masa depan kaum buruh juga diambang ketidak pastian. Hal tersebut berdampak luas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi kaum buruh. Apalagi ditengah kondisi melonjaknya harga kebutuhan pokok (sembako), tarif dasar listrik, sewa kontrakan dan lain-lain. Kenaikan upah yang jauh dari kata layak sudah dapat dipastikan akan membuat kaum buruh akan terjerumus dalam situasi dan kondisi yang semakin sulit.


"Upah merupakan kebijakan politik! Kemiskinan kaum buruh yang terstruktur bukanlah takdir dari Tuhan, tetapi hal ini disebabkan oleh kebijakan politik upah murah dan rendah sehingga kaum buruh selalu terbelenggu oleh kemiskinan dan ketertindasan yang berkepanjangan. Kita masih ingat Keputusan Menteri Nomor 13 tahun 2012, dimana pada pasal pembuka pertama menyebutkan bahwa upah hanya diabdikan untuk buruh lajang. Sebuah logika yang tidak masuk akal, bagaimana Upah Minimum Kota/Kabupaten(UMK) yang rendah dan untuk satu orang buruh lajang digunakan untuk bertahan hidup seorang buruh bersama anggota keluarganya (istri dan anak-anaknya)," tukasnya 


Sambung dia, sehingga dengan Kepmenaker No. 13/2012 tidak akan merumuskan upah layak bagi kelas pekerja Indonesia. Belum puas dengan Kepmenaker No. 13/12, para pemodal dan pemerintah masih mencari – cari cara agar upah bisa ditekan serendah rendahnya, maka pada bulan Oktober tahun 2015 Pemerintah mengeluarkan PP No. 78 tahun 2015. Pada masa itu Pemerintahan Jokowi – Amin begitu congkak, tidak sedikitpun menghiraukan teriakan dan aksi-aksi protes kaum buruh.


"Tidak sampai disitu saja! Petaka baru menimpa rakyat Indonesia, Rancangan Undang -undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna pada hari Senin 05 Oktober 2020. RUU Ciptaker merupakan RUU yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional tahun 2020. Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi investasi di Indonesia, Ya demi Investasi. Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang dan malam, bahkan sampai larut malam, meskipun dibahas ditengah masa reses dan pandemi. Sekali lagi demi investasi," tukasnya lagi.


Menurutnya, Omnibus Law atau kita kenal dengan UU Cilaka ini sekali lagi merampas upah kaum buruh dan membawa pada era perbudakan gaya baru. Peraturan turunan pada UU Cilaka Cluster Ketenagakerjaan tersebut: PP 34, PP 35, PP 36, dan PP 37 merupakan penegasan atas pemerintahan Joko Widodo merupakan pemerintah antek modal, jongos kapitalis. Semakin dipahami jika pemerintahan yang pberkuasa di Indonesia saat ini merupakan gerombolan Oligarki, penghisap keringat rakyat. PP 35 merupakan manifestasi perbudakan gaya baru, dimana kaum buruh Indonesia dihadapkan pada ketidakpastian kerja yang semakin gelap: kerja kontrak, outsoutrching, harian tak lepas-lepas, bahkan sistem kerja magang. Pun demikian dengan mimpi upah layak direnggut oleh PP 36.


"Penetapan Upah Minimum tahun 2022 yang mengacu pada PP No. 36 membuat upah kaum buruh semakin murah. Sehingga dengan menggunakan formulasi penghitungan mengacu pada PP 36 tersebut dan berdasarkan data BPS, kenaikan upah minimum tahun 2022 rata-rata adalah hanya 1,09 % dan puluhan daerah Kota/Kabupaten tidak ada kenaikan upah sama sekali," sebutnya 


Dikatakannya, pada momentum Hari HAM 10 Desember 2021 ini, Konfederasi KASBI dengan tegas menuntut penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu  tersebut Kepada Presiden Joko Widodo beserta seleuruh  jajarannya.


Oleh karena itu, kami Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Menuntut kepada Pemerintah  Republik Indonesia:


1. Tolak Surat Edaran Menaker dan Surat Edaran Mendagri yang meligitimasi Upah Murah serta perampasan Hak atas Upah Layak Buruh,

2. Cabut OmnibusLaw Cipta Kerja dan seluruh PP Turunannya; (Peraturan Pemerintah Nomor 34, 35, 36 dan 37 Tahun 2021), karena tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Poin 7.

3. Tolak Penghapusan Upah Sektoral, berlakukan kembali Upah Sektoral bagi Buruh,

4. Mendesak Presiden RI, Joko Widodo untuk segera terbitkan Keputuan Presiden Tentang Hak atas Upah Layak bagi Buruh Indonesia dengan kenaikan 10% sampai 25%,

5. Berlakukan kembali 79 Undang-undang yang telah dihapus dan atau dirubah melalui OmnibusLaw Cipta Kerja,

6. Wujudkan Hak atas Pendidikan Gratis, Ilmiah dan Demokratis,

7. Selesaikan Konflik Agraria Struktural, lindungi Hak atas Tanah Rakyat.

8. Tuntaskan kasus-kasus Pelanggaran HAM masa lalu,  dan Korban pembunuhan dan kekerasan pada aksi-aksi Reformasi DiKorupsi.

9. Sahkan dan berlakukan  RUU PKS dan RUU PPRT.

10. Usut tuntas  Kasus Korupsi Bansos Covid 19 dan BPJS Ketenagakerjaan, dll.


"Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia," tutupnya.[Ari/Rls]

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • KASBI: Omnibus Law dan Kebijakan Upah Murah Adalah Pelanggaran HAM

Iklan