Ketua DPRD Tapin beserta rombongan tinjau langsung jalan yang disengketakan, Rabu (08/12/21)(foto:ron) |
RANTAU - Menindaklanjuti aspirasi pekerja jasa angkutan batubara Ketua DPRD Tapin H Yamani bersama Komisi III DPRD Tapin turun langsung pantau lokasi jalan Haulling Km 101 Desa Tatakan Kecamatan Tapin Selatan yang di Police line sejak 27 November 2021 lalu, Rabu (8/12/21).
Pantauan beritapembaruan.id di Jalan Haulling KM 101 lokasi tanah yang disengketakan dua perusahaan PT AGM dan PT TCT itu tepat di bawah Underpass Jl. A Yani Km 101 terdapat portal yang memakai garis polisi menutup seluruh lebar jalan dengan tinggi sekitar 70 cm dan teronggok satu unit mobil tangki air warna putih kusam serta terdapat spanduk bertuliskan "TANAH INI MILIK PT TAPIN COAl TERMINAL Dalam pengawasan oleh kuasanya M.A.Wibisono DILARANG MASUK /MELINTAS TANPA IZIN !! Memaksa masuk dengan merusak ke dalam wilayah ini melanggar ketentuan pasal 167 Jo pasal 406 KUHP", begitu bunyi tulisan warna merah dalam spanduk warna putih itu.
Ratusan massa yang mengaku sebagai pekerja jasa angkutan batubara itu berkumpul dan sesekali meneriakan takbir saat Ketua DPRD Tapin H Yamani bersama rombongan tiba dan berdiskusi dengan manajemen PT AGM berikut para sopir truk angkutan batubara yang ada di lokasi jalan Haulling yang di Police line tersebut.
"Adapun alternatif, apabila tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak yang berselisih, DPRD Tapin siap mengupayakan agar angkutan bisa menyeberang di jalan nasional untuk sementara waktu," ucap Ketua DPRD Tapin H Yamani dihadapan para sopir dan wartawan.
Namun demikian H.Yamani berharap segera ada kesepakatan antara PT. TCT dan PT. AGM sehingga jalan Haulling yang saat ini di pasang garis polisi dapat dibuka kembali dan para pekerja jasa angkutan batubara bisa segera beraktivitas kembali.
Sementara itu perwakilan pemilik kode angkutan H. Mahyudin mengatakan, pihaknya terancam tidak bisa membayar cicilan mobil truk miliknya yang selama ini bekerjasama dengan PT.AGM untuk pengangkutan batubara ke pelabuhan.
"Selain Ulun (saya) kawan - kawan yang lain pun sama terancam, berikut sopir truk kami yang saat ini berhenti beroperasi karena jalan Haullingnya diblokade atau di police line dan kalau tidak dibuka dalam waktu dekat bukan tidak mungkin para supir truk itu berhenti kerja," ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa sopir truk yang bekerja di perusahaan angkutan miliknya tidak digaji bulanan tapi di bayar sesuai ritase pengangkutan batubara.
"Jadi sopir itu di bayar Rp 100 sampai Rp 150 ribu rupiah per rit, dalam sehari mereka 1 sopir itu rata-rata bisa narik batubara 3 hingga 5 rit," terangnya.
Mahyudin berharap police line yang menutup jalan Hauling dibuka kembali agar para pekerja angkutan bisa beraktivitas kembali adapun persoalan sengketa tanah antara kedua belah pihak bisa tetap diproses dan diselesaikan melalui jalur peradilan namun aktivitas pengangkutan batubara melalui jalur khusus angkutan batubara ini tetap diizinkan beroperasi.
"Kalau jalan Haulling ini tetap tidak dibuka minta diizinkan menyebrang jalan nasional, kami terpaksa akan menyebrang jalan nasional meskipun itu dianggap melanggar aturan," tandasnya.(ron)