SALATIGA - Ketua Divisi Hukum Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Tengah Y. Joko Tirtono, S.H., angkat bicara terkait proses penangkapan Wilson Lalengke di Lampung pada Sabtu (12/3/2022) lalu.
Joko Tirtono mengimbau Kapolres Lampung Timur dan jajarannya dalam menangani perkara Ketua Umum Nasional PPWI Wilson Lalengke yang seminggu ditahan di Polres Lampung Timur.
“Adapun proses penangkapan kami melihat melalui beberapa tulisan dan gambar di media sangatlah kurang bijaksana, tidak profesional dan distruktif, sehingga menimbulkan tindakan yang Unprosedural atau lepas dari SOP (penanganan, pelayanan, penindakan pihak kepolisian),” katanya.
Lanjutnya, kami melihat adanya tindakan emosional yang berlebihan, argumentasi yang bukan pada tempatnya, tendensius adanya muatan kepentingan pihak lain dan sangat menyedihkan serta merusak citra hukum, citra polri dalam proses penangkapan yang langsung diborgol dua tangannya.
“Hanya dikarenakan merobohkan tulisan karangan bunga yang menyulut emosi Bapak Wilson Lalengke, karena ada muatan pelecehan profesi wartawan dan sudah diperbaiki oleh anggotanya sehingga tidak ada yang rusak. Akibatnya perbuatan tersebut dianggap melawan hukum,” ungkapnya saat di konfirmasi awak media, Senin, 21 Maret 2022.
Pria dengan panggilan Jack ini juga menggungkapkan pasal KUHP berkenaan dengan hal itu. Berdasarkan Pasal 406 KUHP menyatakan bahwa 'barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali dan sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyakya Rp. 4.500, (KUHP Pasal 231-235, Pasal 407, Pasal 411, Pasal 489).
“Maka dengan ancaman dua tahun penyidik tidak bisa melakukan penangkapan dan penahanan karena ancaman hukuman dibawah lima tahun. Pasalnya sebagaimana diatur dalam UU Pasal 146 tentang Tata Cara Hukum Pidana, diantaranya penerapannya Pasal 14 huruf A, jika Pasal 14 huruf A cenderung hukumannya di bawah lima tahun, sebagaimana diatur dalam UU Pasal 146 tentang Tata Cara Hukum Pidana, diantaranya penerapan Pasal 14 huruf A,” jelasnya.
Berdasarkan pelaku adalah insan pers maka menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, dalam konteks negara demokrasi, pers memiliki peran yang begitu vital, tidak hanya sekadar menyampaikan informasi.
Bagi negara penganut sistem demokrasi seperti Indonesia, pers berperan sebagai alat kontrol bagi pemerintah. Alat kontrol bagi pemerintah maksudnya adalah pers memiliki hak untuk mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Berdasarkan kronologis dan fakta kejadian maka tidak terpenuhi unsur delik pidananya baik mens rea maupun aktus reusnya. Unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana disebut juga elemen delik (unsur delik). Elemen delik itu adalah bagian dari delik. Dalam penuntutan sebuah delik, harus dibuktikan semua elemen delik yang dituduhkan kepada pembuat delik.
“Oleh karena itu jika salah satu unsur atau elemen delik tidak terpenuhi, maka pembuat delik tersebut tidak dapat dipersalahkan melakukan delik yang dituduhkan, sehingga pembuat delik harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslaag van rechts alle vervologing). Elemen delik umumnya terbagi dalam dua bagian, yaitu: unsur obyektif, atau yang biasa disebut actus reus, dan unsur subyektif, atau yang biasa disebut mens rea. Bertolak dari hal tersebut maka dugaan tindak pidana yang dilakukan tidak memenuhi unsur,” tuturnya.
Perkara tersebut dapat disimpulkan adalah kabur demi hukum (absculibel). “Maka dari itu, kami selaku Ketua Divisi Hukum LCKI Jawa Tengah beserta jajaran, mohon dengan kerendahan hati kepada Bapak Kapolres Lampung Timur untuk segera membebaskan, melepaskan Bapak Wilson Lalengke selaku tokoh pejuang insan pers yang sudah banyak turut serta bermitra dengan Polri, pemerintah dan membangun bangsa melalui media,” pungkasnya. (Adi/Red)