H.Elyasa Budianto, S.H. (foto:ist) |
KARAWANG - Hakim Agung Sudrajat Dimiyati, S.H., M.H., pada 22 September 2022 lalu, terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dugaan suap dan pungutan liar terkait pengurusan perkara di MA.
Sebagai informasi, salah satu perkara yang ditangani Hakim Agung Sudrajat Dimiyati, yaitu kasus sengketa tanah antara PT. Perhutani dengan empat orang warga.
Terkait hal ini, H. Elyasa Budianto, S.H., yang ditunjuk sebagai Kuasa Hukum dari tiga warga asal Karawang dan satu warga asal Purwakarta tersebut, dikuasakan untuk mengawal perkara Peninjauan Kembali yang sudah teregister di Mahkamah Agung RI No 1365PK/PDT/2022, tanggal 21 November 2022, sebelumya telah diputus / Menang di Pengadilan Negeri Karawang (No Perkara di PN Karawang 67/Pdt G/2021/PN Kwg, 17 November 2021), dikuatkan / Menang di Pengadilan Tinggi Jawa Barat (No Perkara 682/Pdt/2021/PT. BDG. 27 Januari 2022) dan dikalahkan pada tingkat Kasasi MA RI (No Perkara 1810 K/Pdt/2022 tanggal 16 September 2022.
"Kami mendesak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. Syarifuddin, S.H., M.H., untuk membatalkan dan mengkaji ulang putusan perkara di MA yang ditangani Hakim Agung Sudrajat Dimiyati, S.H., M.H., yang telah ditangkap KPK. Dimana MA telah mengabulkan kasasi PT. Perhutani atas kepemilikan lahan seluas kurang lebih 93.555 m2, dan menggugurkan keputusan Pengadilan tinggi Jawa Barat yang memenangkan empat orang warga atas kepemilikan lahan tersebut," tegas H. Elyasa Budianto, selaku kuasa hukum empat orang warga yaitu Ara, Aceng Lesmana, Adang dan Dadang Suherman, di kediaman kliennya, Sabtu 21 Januari 2023.
H. Elyasa Budiyanto, menilai putusan MA yang mengabulkan permohonan Kasasi PT. Perhutani penuh dengan kejanggalan dan tidak mendasar. Apalagi setelah sepekan lebih keluarnya putusan MA ini, Hakim Agung Sudrajat Dimiyati, yang menangani perkara sengketa tanah ini di tangkap KPK.
"Dengan berbagai dugaan kasus yang melibatkan Hakim Agung di MA ini maka hal yang dapat kita simpulkan adalah sudah rusaknya institusi penegakan hukum yang ada. Institusi yang harusnya menjadi tempat bagi orang untuk mencari keadilan telah berubah menjadi ruang-ruang gelap, negosiasi antara penegak hukum dengan para pihak yang berperkara tetapi memiliki kapital untuk membeli sistem hukum yang ada termasuk para penegak hukumnya. Hal ini menandakan mafia kasus masih merajalela di Indonesia," beber H. Elyasa.
"Seharusnya KPK lebih jauh mendalami dan mengembangkan kasus sengketa tanah ini ke Perhutani Karawang, setelah Hakim Agung Sudrajat Dimiyati ditangkap, pihaknya menduga maka dalam putusan MA bernomor: 1810 K/Pdt/2022 penuh kejanggalan di perkara keempat orang kliennya tersebut," imbuhnya
Lanjut Elyasa, yang di mana Sudrajat merupakan salah satu Majelis Hakim MA yang turut mengambil pertimbangan terkait kepemilikan tanah yang kuat adalah sertifikat. Padahal pihak Perhutani boro-boro memiliki SHM, surat-surat hak milik seperti girik, keterangan riwayat kepemilikan tanah di desa saja tidak punya.
"Dan pihak Perhutani hanya bisa menunjukkan bukti pembelian tanah saudara Abdul Rojak dari warga, sedangkan pihak pemerintah desa dan warga setempat tidak ada yang mengenal Abdul Rojak dan 33 orang yang ada dalam bukti pembelian tanah. Intinya Abdul Rojak dan 33 warga itu hanya cerita halusinasi, cerita fiktif belaka," tandas Praktisi Hukum Senior di Kabupaten Karawang ini.
H. Elyasa menegaskan, saat ini pihaknya sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dan sudah teregister di MA No 1365 PK/Pdt/ 2022 tanggal 21 November 2022, atas putusan perkara sengketa tanah antara PT. Perhutani dengan empat orang warga tersebut.
"Semoga Pengajuan PK kami dikabulkan MA, sehingga keadilan dapat ditegakkan di Negara Indonesia ini. Jangan sampai ada oknum Perhutani bermain-main dengan Hakim Agung Sudrajat Dimiyati pada kasus Warga Karawang," pungkas H. Elyasa Budiyanto, SH.[Ari]