Iklan

Iklan

Aksi SEPETAK Berujung Dipolisikan, Ini Respon Pengurus LBH CAKRA Indonesia

BERITA PEMBARUAN
02 Agustus 2023, 10:00 WIB Last Updated 2023-08-02T04:04:36Z
Aksi Serikat Pekerja Tani Karawang (Sepetak) saat aksi di Karawang.(foto: Riki)


KARAWANG - Beberapa Pimpinan Serikat Pekerja Tani Karawang (SEPETAK) diduga menjadi korban dugaan kriminalisasi yang mana mereka mendapatkan surat panggilan dari Kepolisian Resort Karawang. 


Hal ini berawal dari aksi beberapa hari lalu di depan kantor BPN Karawang dan dilanjutkan di dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Karawang (Pemda) yang mana aksi masyarakat/petani diwarnai robohnya pagar DPRD.


Menurut Pengurus LBH CAKRA Indonesia, Riki Hermawan, S.H., mengatakan sebetulnya kejadian tersebut hanya spontanitas masyarakat saja karena hampir seharian aksi belum ada kejelasan mengenai tuntutan mereka.


"Sehingga mereka menerobos ingin bertemu langsung dengan Pimpinan BPN Kabupaten Karawang yang mana saat itu sedang melakukan mediasi dengan Perwakilan Pengurus SEPETAK dan Perwakilan DPRD Kabupaten Karawang di ruang rapat," sebut Riki, Senin 1 Agustus 2023.


Dugaan kriminalisasi yang kerap terjadi di masyarakat kata Riki, adalah soal pengakuan tanah negara atau tanah masyarakat sebagai milik negara yang mana terjadinya tumpah tindih klaim status tanah.


"Seperti yang di klaim oleh SEPETAK bahwa lahan anggota mereka adalah lahan yang layak untuk berubah status tanahnya menjadi kepemilikan. Karena salah satu alasannya adalah masyarakat sudah bermukim dan berkebun puluhan tahun di tanah tersebut," ungkapnya.


Lanjut dia, sedangkan klaim Perhutani bahwa lahan tersebut masuk kawasan hutan sesuai dengan wilayah kerja Perhutani. Dimana sebelumnya masyarakat telah mendaftarkan status tanah mereka ke BPN Karawang tetapi pihak BPN Karawang tidak bisa melanjutkan proses karena ada klaim dari BPKHL dan Perhutani.


"Sehingga lahan para masyarakat /petani tidak bisa dilanjutkan proses sertifikasi oleh BPN Kabupaten Karawang," ujarnya.


Riki menuturkan, bahwa negara mengatur UU 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: 'Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat'.


"Jadi harapannya, ketika penyelesaian konflik tanah negara atau pemerintah khususnya Kabupaten Karawang harus mengakomodir penyelesaian yang baik dan melahirkan keputusan yang mempunyai manfaat dan adil dan untuk kepentingan umum," harap Riki.


Karena menurut Riki, Forkopimda yang disampaikan oleh Sekda Acep Jamhuri di salah satu media online bahwa Forkopimda Karawang sepakat untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian yang mana seharusnya Forkopimda sebagai tangan pemerintah di daerah membuat keputusan yang seimbang dan baik dengan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).


"Diantaranya asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan dan asas kepentingan umum, yang mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," bebernya lagi.


Masih kata Riki, karena perlu diketahui aksi masyarakat tersebut adalah aksi yang menuntut hak atas tanah yang sudah di atur oleh negera. Dan bayangkan jika hari ini mereka dikriminalisasi gara-gara menuntut hak.


Jadi pesan Riki Hermawan agar Forkopimda Karawang berpikir ulang untuk melaporkan masyarakat ke kepolisian karena tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.


"Jika semisalnya ada fasilitas Pemda yang rusak bisa saja minta ganti rugi ke masyarakat lalu panggil pimpinan serikat taninya ajak ngobrol dan cari solusi bersama. Bukannya melaporkan ke kepolisian, karena kurang tepat juga nantinya bisa timbul polemik di masyarakat," pungkasnya.[*/Red]

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Aksi SEPETAK Berujung Dipolisikan, Ini Respon Pengurus LBH CAKRA Indonesia

Terkini

Topik Populer

Iklan