Ketua LSM Kompi Ergat Bustomi.(foto:ist) |
BEKASI - Kontroversi terkait sumbangan gedung di SMAN 1 Pebayuran Kabupaten Bekasi mencuat setelah beberapa wali murid mengadukan perihal dugaan pemaksaan sumbangan yang mereka anggap sebagai upaya bisnis sekolah.
Ketua Komite SMA 1 Pebayuran, Sardi, memberikan tanggapannya terhadap aduan tersebut dengan menegaskan bahwa klaim tentang Kepala Sekolah Marsan yang tidak mengetahui tentang sumbangan gedung adalah bohong.
"Ilok, kepala sekolah ngga tau," ungkap Sardi, Jumat 22 September 2023.
Sebelumnya, Kepala Sekolah SMAN 1 Pebayuran, Marsan, ketika dikonfirmasi tentang sumbangan gedung yang diwajibkan oleh orang tua siswa, mengaku tidak mengetahui hal tersebut karena itu merupakan program dari komite sekolah.
"Kalau sumbangan Rp 200.000 itu saya tidak tahu karena itu adalah hasil keputusan rapat komite. Sampai sekarang pun saya tidak tahu berapa yang terkumpul," jelas Marsan pada hari Selasa (19/09/2023).
Menyikapi permasalahan ini, Ketua LSM Komite Masyarakat Peduli Indonesia (Kompi), Ergat Bustomi, merasa prihatin atas dugaan praktik pemungutan liar yang melibatkan oknum Kepala Sekolah.
Ergat berencana untuk berkoordinasi berkoordinasi dengan KCD wilayah tiga Kabupaten Bekasi dan melaporkan kejadian ini ke Dinas Pendidikan Jawa Barat agar tindakan tegas dapat diambil terhadap oknum Kepala Sekolah yang diduga terlibat.
"Saya akan coba koordinasi dengan KCD wilayah tiga dan segera buka laporan tertulis ke Dinas Pendidikan Jawa Barat. Saya benar-benar merasa geram mendengar aduan seperti ini. Jika oknum Kepala Sekolah terlibat dalam praktik pungli, mereka harus dicopot," tegas Ergat.
Perlu diingat bahwa sebelumnya, SMAN 1 Pebayuran telah mewajibkan sumbangan sebesar Rp200 ribu dari setiap siswa kelas XI dan XII untuk mendapatkan kartu ujian tengah semester (UTS).
Selain itu, pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru, sekolah juga mengenakan biaya seragam sebesar Rp1.250.000 dan sumbangan bangunan sebesar Rp1.000.000.
Hal ini menuai protes dari beberapa wali murid, seperti Nuraini, yang merasa bahwa sumbangan tersebut seharusnya bersifat sukarela dan tidak harus dipatok dengan ketentuan tertentu.
Ketegangan semakin meningkat dengan anggaran sekolah yang mencapai jumlah yang signifikan, termasuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2022 sebesar Rp1.565.800.000, Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan (BPOD) sebesar Rp1.675.620.000, dan lain-lain sebesar Rp1.485.005.000, sehingga total anggaran mencapai Rp4.725.425.000. Dengan jumlah anggaran sebesar ini, wali murid merasa bahwa sumbangan seharusnya tidak harus dikenakan.(Sigit)