Pelatihan dan Literasi Digital Kampus Anti Hoax di Yogyakarta, Jumat 15 Desember 2023.(foto: ist) |
YOGYAKARTA - Riset mitigasi kerentanan informasi pemilu menunjukkan peningkatan penyebaran gangguan informasi pasca pelaksanaan Debat Capres-Cawapres oleh KPU.
Jenis-jenis gangguan, seperti misinformasi, disinformasi, dan malinformasi, terus meluas di masyarakat. Situasi ini diperparah dengan meningkatnya akses internet publik selama pelaksanaan Pemilu 2024.
Kelompok yang paling rentan terpapar adalah generasi milenial dan centennial (Gen Z). Tingginya akses internet kedua kelompok ini membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan informasi.
Direktur Eksekutif Medialink, Ahmad Faisol, mengungkapkan bahwa penyebaran hoax semakin meningkat pasca debat putaran pertama yang ditargetkan pada kelompok muda, terutama sebagai kelompok undecided voters.
“Pola penyebaran hoax ini dilakukan secara terstruktur, dan banyak melibatkan buzzer yang disewa secara profesional oleh kelompok-kelompok capres-cawapres. Kami menemukan ini di ketiga pasangan,” ujar Ahmad Faisol dalam keterangan tertulisnya pada beritapemvaruan.id,pada Jumat, 15 Desember 2023.
Meskipun soliditas pilihan dan dukungan telah terbentuk di segmen elektoral, penyebar hoax melihat potensi perubahan suara terutama pada kelompok pemilih muda. Upaya mitigasi harus melibatkan elemen pentahelix dan menjadi tanggung jawab bersama.
Medialink, bekerja sama dengan LinkDeHAM Yogya dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), menyelenggarakan program pelatihan literasi digital di kalangan muda dan kampus sebagai langkah awal untuk menjadi early warning system.
Ahmad Faisol menekankan, upaya literasi digital perlu dilakukan secara lebih luas oleh elemen-elemen masyarakat untuk membentuk masyarakat yang bijak dalam menggunakan akses internet.
“Kita harus menanamkan kesadaran itu di masyarakat. Penggunaan media sosial yang paling banyak menyasar kelompok muda juga harus lebih bijak dan positif sehingga dapat mengedukasi publik,” ujarnya.
WhatsApp menjadi platform yang banyak digunakan kelompok muda dan menjadi tempat penyebaran hoax paling massif, khususnya isu politik. Kurangnya literasi dan pemahaman baik dalam penggunaan internet dan media sosial dapat membahayakan kedua kelompok ini.
“Kurangnya literasi penggunaan media sosial yang baik akan mudah memicu hoax dengan mudah menyebar luas. Ingat, hoax ini memiliki kecepatan enam kali lebih cepat penyebarannya bila dibanding dengan informasi biasa,” tegas Ahmad Faisol.
Koordinator Cek Fakta, Adi Marseila, menambahkan bahwa kurangnya literasi positif membuat kalangan muda menjadi sumber penyebar hoax. Pihaknya menyambut baik upaya edukasi dan literasi digital di masyarakat dan kampus.
“Ini menjadi tugas kita bersama untuk membangun masyarakat yang sadar pentingnya informasi sehat," tambah Adi Marseila.(**)