Salah satu Baligo dr Milhan yang berlatar belakang warna oranye dan tertulis Bakal Calon Bupati Tapin.(foto: Ron) |
RANTAU - Beredar kabar di beberapa media online, pada masa kampanye pileg dan pilpres pemilu 2024, dr. Milhan mendapat rekomendasi dari DPP PKS untuk maju jadi cabup Kabupaten Tapin pada Pilkada serentak 2024 nanti.
Diketahui, dr. Milhan saat ini masih menjabat Direktur RSUD Datu Sanggul Kabupaten Tapin yang notabene masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemkab Tapin, Kalsel.
Hal tersebut ditanggapi Dosen Fisip ULM Banjarmasin sekaligus Pengamat Politik, Dr.Mahyuni.S.Sos., M.A.P., saat dimintai tanggapan media ini tentang potensi pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024 ini, Sabtu 6 Januari 2024.
"Terkait hal ini, terlebih dahulu mesti dilihat, apakah yang bersangkutan (dr.Milhan) yang aktif mengajukan (mendaftar) ke PKS, atau klaim PKS semata," ujar Dr.Mahyuni.
Menurutnya, ini terlebih dahulu perlu dibuktikan, kalau yang bersangkutan (dr. Milhan) yang aktif, maka ada potensi bisa masuk kategori melanggar netralitas.
"Tapi kalau hanya klaim parpol, tidak bisa disebut pelanggaran netralitas," sebut akademisi yang pernah menjabat jadi Ketua Bawaslu Kalsel itu.
Menurutnya, apabila ada ASN aktif dan terbukti mengkampanyekan parpol atau capres tertentu dengan alasan balas budi atau alasan lainnya karena sudah mendapatkan rekomendasi untuk jadi cabup, hal itu tetap tidak dibenarkan.
"Jika hal itu terjadi,tidak dibenarkan. Sudah melanggar netralitas, karena menguntungkan salah satu capres atau parpol tertentu. Dan kalau terbukti, dapat diberikan sanksi," tandasnya.
Ia menilai, jika ada ASN aktif yang hendak maju pada pilkada, lebih baik pensiun dini atau mengundurkan diri saat sudah pasti diusung Parpol atau ketika mendaftar sebagai Bacalon ke KPU setempat.
Dr. Mahyuni juga menyinggung tentang fenomena Pilkada serentak di beberapa daerah di Indonesia yang hanya diikuti oleh pasangan cakada tunggal.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa demokrasi di daerah tersebut tidak sehat dan terkesan terbelakang," sebutnya.
Pelajaran atau literasi sosial politik yang didapat masyarakat jika pilkada di suatu daerah selalu diikuti calon tunggal.
"Bahwa masyarakat di daerah tersebut terkekang oleh oligarki, terbungkam, dan fungsi parpol salah satunya rekrutmen politik tidak berjalan sebagai mana mestinya," pungkasnya.(ron).