Oleh : Muhammad Wifqi Fuadi, S.E., M.Acc.
Tanggal 29 November 2023 lalu, Presiden Joko Widodo telah melakukan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2024 secara simbolis kepada seluruh Kementerian Negara/Lembaga. Dengan penyerahan DIPA tersebut, seluruh Kementerian Negara/Lembaga termasuk satuan kerja (instansi pemerintah) yang berada di bawahnya, telah mendapatkan alokasi anggaran yang dapat dibelanjakan untuk tahun 2024.
Dalam kegiatan penyerahan DIPA tersebut, Presiden Joko Widodo menyambaikan beberapa pesan penting terkait pelaksanaan anggaaran anggaran. Diantaranya ialah bahwa dana APBN harus digunakan secara disiplin, teliti, dan tepat sasaran serta pelaksanaan anggaran harus mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.
Pesan penting dari Presiden tersebut menunjukkan bahwa beberapa hal yang perlu dipenuhi oleh satuan kerja supaya pelaksanaan anggaran tahun 2024 dapat berjalan dengan baik dan berkualitas.
Pelaksanaan Anggaran Disiplin, Teliti dan Tepat Sasaran
Pelaksanaan anggaran harus dilakukan secara disiplin, yaitu dilakukan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas.
Pelaksanaan anggaran tepat waktu artinya dilakukan sesuai dengan target penyerapan anggaran yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, terdapat Indikator Kualitas Pelaksanaan Anggaran (IKPA) yang mengatur besaran target penyerapan atau realisasi anggaran setiap triwulan untuk setiap belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial.
Dengan adanya target penyerapan anggaran secara triwulanan, satuan kerja diharapkan dapat segera mulai melakukan penyerapan anggaran di awal tahun. Dengan demikian, diharapkan kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa dapat segera dirasakan oleh masyarakat lebih awal. Selain itu, adanya target tersebut juga memungkinkan agar distribusi pencairan anggaran dapat secara proporsional dilakukan setiap bulan sesuai dengan kebutuhan.
Pelaksanaan anggaran yang tepat waktu juga berarti anggaran segera dibayarkan kepada yang berhak sesuai dengan waktunya, misalnya gaji induk yang harus dibayarkan kepada pegawai pada awal bulan.
Dalam beberapa hal, pemerintah mengatur secara rinci agar pembayaran atas beban DIPA tidak tertunda kepada pihak yang berhak, misalnya untuk tagihan kontraktual harus segera diselesaikan paling lama 17 hari kerja setelah ada Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) atau Berita Acara Serah Terima Pekerjaan (BAST).
Pelaksanaan anggaran yang tepat jumlah artinya bahwa dana APBN disalurkan sesuai dengan jumlahnya kepada pihak yang berhak. Setiap rupiah uang APBN merupakan dana rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Tidak boleh satu rupiah pun dana APBN yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukan.
Dalam rangka pembayaran anggaran secara tepat jumlah, pemerintah telah menetapkan berbagai standar biaya, seperti Standar Biaya Masukan (SBM) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Dengan adanya SBM tersebut maka pembayaran atas beban APBN tidak melebihi standar yang ada sehingga tidak terjadi kelebihan pembayaran kepada pihak yang berhak.
Pelaksanaan anggaran yang tepat kualitas artinya bahwa penyerapan anggaran dilakukan dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan pekerjaan, tidak hanya sebatas bahwa anggaran sudah direalisasikan. Dalam hal ini, satuan kerja memastikan bahwa hasil pelaksanaan pekerjaan berupa barang/jasa telah sesuai kualitas yang diharapkan.
Pelaksanaan anggaran selain dilakukan secara disiplin, juga harus dilakukan secara teliti. Dalam hal ini, seluruh Pejabat Perbendaharaan yang terlibat dalam pelaksanaan anggaran tidak boleh hanya sekadar merealisasikan anggaran, tetapi juga harus memastikan realisasi tersebut memenuhi seluruh persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan.
Pelaksanaan anggaran yang dilakukan secara teliti juga berarti bahwa tidak ada kegiatan atau pembayaran yang harus dilakukan terlewat dan tidak jadi dilakukan. Oleh karena itu, sangat penting bagi satuan kerja untuk membuat rencana penarikan dana (RPD) atas dana DIPA yang berkualitas, yang mampu menghubungkan rencana kegiatan yang dimiliki oleh satuan kerja dengan rencana anggaran yang tertera dalam DIPA.
Terakhir, pelaksanaan anggaran harus dilakukan secara tepat sasaran. Dalam DIPA, dikenal istilah output yang merupakan keluaran berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
Pelaksanaan anggaran secara tepat sasaran berarti bahwa capaian output melebihi target yang ditetapkan, artinya seluruh keluaran yang menjadi tanggung jawab satuan kerja telah tercapai dengan menggunakan alokasi anggaran yang tersedia.
Tidak boleh suatu output yang menjadi target dalam pelaksanaan anggaran kemudian tidak tercapai karena anggaran yang seharusnya disediakan untuk itu dialihkan untuk pelaksanaan output yang lain.
Tepat sasaran juga berarti bahwa anggaran disalurkan kepada penerima yang seharusnya. Hal ini berarti bahwa penerima anggaran harus sesuai dengan hak atau tujuan yang ditetapkan.
Pengelolaan Anggaran Mengedepankan Akuntabilitas dan Transparansi
Uang yang berasal dari APBN merupakan uang rakyat yang setiap rupiahnya tidak boleh digunakan secara sembarangan. Uang APBN salah satunya bersumber dari pajak dari rakyat sehingga penyalurannya harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Untuk menjaga agar anggaran sesuai peruntukan, pengelolaan anggaran harus dilakukan dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan mekanisme yang tersedia dan dapat diketahui peruntukannya.
Untuk mencapai akuntabilitas dan transparansi, celah yang mengarah pada terjadinya praktik penyalahgunaan anggaran harus ditutup dengan erat. Salah satunya adalah terkait dengan banyaknya kasus korupsi yang terjadi pada Kementerian Negara atau Lembaga.
Korupsi merupakan praktik penyalahgunaan (fraud) yang merugikan masyarakat. Sesuai dengan teori fraud triangle yang dikembangkan oleh Donald Cressey pada tahun 1951, korupsi terjadi karena adanya 3 faktor. Pertama adalah tekanan (pressure) yaitu pendorong yang menyebabkan orang melakukan praktik korupsi.
Kedua adalah peluang (opportunity) yaitu kondisi yang menyebabkan korupsi bisa terjadi. Ketiga adalah pembenaran (rationalization), yaitu alasan atau pembenaran sehingga orang tidak merasa bersalah ketika melakukan korupsi.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan anggaran, satuan kerja dapat memutus faktor terjadinya korupsi dengan menutup peluang terjadinya korupsi. Berbagai celah yang berpotensi untuk dimanfaatkan pihak lain melakukan korupsi harus ditutup dengan erat. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh satuan kerja.
Pertama adalah dengan memfungsikan peran Pejabat Perbendaharaan satuan kerja sebagaimana mestinya sehingga prinsip saling uji (checks and balances) dalam pelaksanaan anggaran berjalan dengan baik.
Setiap pejabat perbendaharaan memiliki tugas masing-masing dan tugasnya diuji oleh pejabat perbendaharaan yang lain. Suatu contoh, pengajuan surat permintaan pembayaran yang diajukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diuji terlebih dahulu secara internal oleh Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) sebelum nanti diajukan perintah pembayaran ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Kedua, adalah dengan sistem pengendalian internal memadai yang dimiliki oleh satuan kerja. Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPA merupakan jabatan level manajerial yang biasanya dijabat oleh kepala satuan kerja.
Upaya pengendalian internal juga dapat melibatkan unit kepatuhan internal yang ditugaskan secara khusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan anggaran, seperti misalnya memeriksa dokumen terkait pembayaran anggaran.
Ketiga, dengan penatausahaan terhadap dokumen terkait pelaksanaan anggaran, seperti bukti pembayaran atau kuitansi, dokumen kontrak, dokumen pembayaran, dan berbagai dokumen lainnya. Penatausahaan ini dilakukan baik secara elektronik maupun fisik sesuai dengan sistem dan ketentuan yang berlaku.
Keempat, dengan meminimalkan potensi terjadinya benturan kepentingan dalam pelaksanaan anggaran. Benturan kepentingan terjadi saat ada kepentingan pribadi yang terlibat dalam pelaksanaaan anggaran sehingga membuat pengambilan keputusan menjadi terganggu.
Untuk itu, pelaksanaan anggaran harus dilakukan secara profesional dan diupayakan tidak melibatkan anggota keluarga dari pejabat perbendaharaan.
Kelima adalah dengan menolak semua gratifikasi atau pemberian dari pihak lain kepada kepada pejabat perbendaharaan atau pengelola anggaran satuan kerja.
Gratifikasi dapat berupa uang ,barang, maupun jasa. Pemberian gratifikasi dapat mempengaruhi keputusan dalam pelaksanaan anggaran dan berakibat pada pemberian keuntungan pada pihak tertentu.
Penulis adalah Kepala Subbagian Umum KPPN Barabai Kalimantan Selatan