![]() |
Abdul Muhyi, S.H., M.H. (foto: bdg) |
KARAWANG - Suara hasil pemilu di Daerah Pemilihan (Dapil) Lima, terutama di Kecamatan Cikampek, menimbulkan kontroversi direspons oleh praktisi hukum, Abdul Muhyi, S.H., M.H.
Menurut Abdul Muhyi, dalam setiap bimbingan teknis (bimtek), penting untuk mengingatkan panitia pemilihan kecamatan (PPK), khususnya di Kecamatan Cikampek, terkait profesionalisme dan proporsionalitas kinerja.
Ia menekankan perlunya peningkatan kinerja untuk menghindari kecurangan dan pergeseran suara yang dapat merusak hasil pemilu.
"Bila terjadi kecurangan, perlu dukungan bukti yang jelas dan transparan. Dugaan perbuatan merubah atau merusak hasil pemilu merupakan tindak pidana dengan sanksi penjara," tegas Abdul Muhyi, Kamis 29 Februari 2024.
Lebih lanjut, ia merujuk pada Pasal 505 Jo 501 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Jika terbukti melakukan praktik tersebut, ancaman pidana harus diberlakukan, termasuk pemeriksaan kepada para PPK, PPS, hingga KPU Kabupaten/Kota.
Ketua Bawaslu Karawang, Kusnadi, memberikan saran perbaikan terkait proses pencermatan suara dalam rekapitulasi.
Ia menekankan pentingnya mengembalikan suara kepada pemiliknya jika terjadi pergeseran suara, yang dapat merugikan suara calon legislatif (caleg).
"Proses pencermatan ini dilakukan untuk melindungi suara para caleg yang mungkin merasa dirugikan. Suara yang telah mereka miliki harus dikembalikan dengan tepat," jelas Kusnadi.
Dengan selisih suara mencapai lebih dari seribu disebabkan pergeseran suara antar partai dan caleg tertentu, Bawaslu berencana melakukan pemanggilan dan klarifikasi lebih lanjut terhadap PPK untuk mengungkap asumsi yang lebih mendalam terkait temuan ini.(bdg)