FSP LEM SPSI saat melaksanakan aksi tolak TAPERA di Kantor DPRD Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/06/2024).(foto: ist) |
BANDUNG - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menegaskan, bahwa PP 21/2024, Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) menambah beban bagi pelaku usaha pada kisaran 18,24%-19,74%.
Serikat Pekerja juga menyatakan, kebijakan pemerintah ini membebani buruh pada kisaran 15,77%-18,73%. Potongan TAPERA sebesar 3% yang terdiri dari 0,5% dibayar pemberi kerja dan 2,5% dibayar buruh. Bukan hanya pelaku usaha dan buruh yang konsen terhadap TAPERA, saat ini semua tertuju pada TAPERA.
Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, Muhamad Sidarta yang juga Wakil Ketua Umum FSP LEM SPSI menyatakan bahwa FSP LEM SPSI sejak tahun 2016 menolak Undang-Undang TAPERA dan menagih janji kampanye Presiden Jokowi pada periode pertama yang dikenal dengan 'Tri Layak': Kerja Layak, Hidup Layak dan Upah Layak.
Janji tersebut sampai sekarang tak satupun yang direalisasikan, justru yang terjadi pemerintah terus menggerus upah buruh dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015), PP 36/2021 dan Undang-Undang nomor 6/2023 yang melahirkan PP 51/2023 yang semua itu bagian dari upaya sistematis pemerintah untuk menekan laju kenaikan upah buruh.
Dijelaskannya, terbitnya peraturan perundang-undangan tersebut menghilangkan Upah Minimum Sektoral, kemudian penetapan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi bersyarat yang mengakibatkan kenaikan upah buruh menjadi lebih rendah dari laju inflasi.
"Kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah ini jelas semakin memiskinkan buruh, karena kenaikan upah buruh sangat kecil jauh di bawah inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi potongan upah buruh semakin besar dan banyak jenisnya, diantaranya potongan BPJS Ketenagakerjaan (Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian), BPJS Kesehatan, Pajak (Pph21), TAPERA dan kewajiban/pajak lainnya. Oleh karena itu FSP LEM SPSI tetap menolak TAPERA sejak pertama kalinya diundangkan," kata Sidarta, Rabu 26 Juni 2024.
Lebih lanjut, Sidarta menggambarkan simulasi potongan upah buruh tahun 2024 di Jawa Barat dengan upah terendah di Kota Banjar dan yang tertinggi di Kota Bekasi sebagaimana dalam table berikut :
Menurutnya, Take home pay tersebut untuk membayar kewajiban dan kebutuhan lain, seperti biaya sekolah anak, gas, listrik, cicil motor/transport kerja, cicil/kontrak rumah, kebutuhan sembako, kebutuhan sosial dalam bermasyarakat dan keperluan lainnya tidak mencukupi.
Lebih dari itu lanjutnya, sampai saat ini pemerintah belum mempertimbangkan penundaan implementasi 'Program TAPERA' tersebut, justru pemerintah melalui menteri ketenagakerjaan Ida Fauziyah fokus melakukan sosialiasi TAPERA kepada pekerja dan pengusaha. Sosialisasi dilakukan melalui Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) karena LKS Tripnas merupakan representasi pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja serikat/buruh yang memenuhi syarat.
Masih menurut Sidarta, melihat kondisi ini membuat kaum buruh semakin resah dan memicu buruh untuk melakukan unjuk rasa kembali pada 27 Juni 2024 yang dipusatkan di Kantor Kementerian Keuangan RI setelah 20 Juni 2024 lalu melakukan unjuk rasa serentak di berbagai daerah di Indonesia.
"Dalam unjuk rasa ini, FSP LEM SPSI akan bergabung dengan aliansi besar, gabungan lebih dari 40 organisasi buruh yaitu Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB)," jelas Sidarta.[*/Red]