Massa Aksi Aliansi Sejuta Buruh (AASB) saat Kantor Kemenkeu RI tuntut pembatalan Tapera, Kamis 27 Juni 2024.(foto: ist) |
JAKARTA - Aksi ribuan massa buruh yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menggeruduk Kantor Kementrian Keuangan RI menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang beralamat di Pasar Baru, Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, Kamis (27/06/2024).
Bukan hanya dari wilayah Jabodetabek saja, namun ribuan buruh hadir di depan Kemenkeu RI ada juga yang hadir dari Medan dan Makasar, yang penuh semangat untuk menuntut Pemerintah melalui Kemenkeu RI agar TAPERA segera bisa dibatalkan.
Adapun tuntutan massa Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) yaitu:
1. Menolak dengan tegas penyelenggaraan TAPERA.
2. Menuntut dicabutnya PP 21/2024 tentang Penyelenggaraan TAPERA.
3. Menuntut dicabutnya UU Omnibuslaw No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
4. Menuntut dicabutnya UU No. 4 tahun 2023 tentang P2SK (liberalisasi sistem keuangan).
5. Turunkan tarif listrik dan harga BBM, stop pajak najis dan turunkan harga sembako.
Dalam orasinya Ketua Umum FSP LEM SPSI, Ir. Arif Minardi mengatakan perampokan uang rakyat melalui potongan TAPERA adalah perbuatan yang dzolim kepada rakyatnya terutama kaum buruh.
"Karena jikalau tabungan itu tidak diwajibkan, makanya FSP LEM SPSI menolak diundangkannya TAPERA untuk buruh," tegas Arif Minardi.
Disamping itu juga, kata dia, sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa APBN di era Rezim Joko Widodo ini banyak dihambur-hamburkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif seperti pembangunan infrastruktur yang salah perencanaan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
"Dalam proses pembangunan itu sendiri penuh dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sehingga membobol dana APBN yang seharusnya untuk kepentingan rakyat. Dana-dana yang masuk ke APBN banyak ditopang oleh utang sehingga pada tahun 2024 ini saja, APBN harus membayar bunga utang hampir Rp.497 Trilyun, belum lagi untuk membayar utangjatuh tempo Rp. 434 Trilyun. Nilai total ini sekitar 30% dari APBN 2024," bebernya.
"Kecanduan ngutang ini diperkirakan akan terus berlanjut sehingga membutuhkan sumber-sumber utang baru bagi APBN. Karena itulah berbagai cara untuk menyedot paksa uang rakyat termasuk kaum buruh harus dilakukan di antaranya dengan memanipulasi kalimat indah Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA)," imbuhnya lagi
Yang lebih mengerikan, lanjut dia, pengelolaan dana TAPERA ini akan sangat rawan dirampok oleh para penyelenggara TAPERA. Mengingat contoh nyata perampokan ini sudah dilakukan oleh kegiatan pengumpulan dana serupa seperti JIWASRAYA, ASABRI dan TASPEN dengan kerugian puluhan trilyun rupian.
"Dalam TAPERA ini tidak jelas ukuran manfaat pasti dan jaminan pastinya termasuk yaitu tidak mungkinnya semua kaum buruh dan rakyat yang membayar iuran bisa mendapatkan rumah," tukasnya.
Di samping itu, lanjut dia, saat ini kaum buruh sudah banyak mendapatkan potongan-potongan dari upahnya seperti untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PPH dan lain sebagainya. Sementara itu, dengan UU Omnibuslaw Cipta Kerja, upah buruh akan terus dipaksa rendah dan sulit meningkat.
"Dengan mengetahui, memahami dan menyadari hal di atas itu semua, maka kami menyatakan menolak dengan tegas penyelenggaraan TAPERA termasuk tuntutan lainnya," tegas Arif Minardi.[Ari]