Agus Ferryanto, S.H., M.H.(foto: ist) |
KARAWANG - Polemik mengenai status Jalan Lingkar Tanjungpura yang seharusnya menjadi jalan nasional di Kabupaten Karawang masih belum mendapatkan kejelasan.
Hingga saat ini, legalisasi dari instansi terkait, Kantor Pertanahan ATR/BPN Karawang, belum terealisasi.
Kuasa hukum warga pemilik tanah, Agus Ferryanto, S.H., M.H., yang juga Ketua Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Karawang, mengungkapkan bahwa Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang semula dijadwalkan minggu lalu harus ditunda karena kegiatan Komisi I DPRD Kabupaten Karawang. RDP tersebut akan digelar minggu ini, tepatnya pada hari Kamis, 1 Agustus 2024.
"Ini adalah RDP ketiga dan terakhir. Kami meminta agar Komisi I membuat Berita Acara Resmi serta Kesimpulan atau Rekomendasi untuk semua pihak yang terlibat. Kami juga meminta kunjungan langsung untuk memeriksa fisik lahan yang sudah lama digunakan Pemkab Karawang, serta melibatkan ahli ukur dari Kantor Pertanahan ATR/BPN Karawang untuk menentukan batas hak sesuai SHM yang dimiliki klien kami," ujar Kang Ferry, sapaan akrabnya.
Kang Ferry menekankan pentingnya langkah tegas jika Pemkab Karawang tidak menunjukkan keseriusan. Kliennya berencana menempati dan mungkin memblokir akses ke tanah tersebut jika solusi tidak ditemukan.
"Jika RDP ketiga dan terakhir ini diabaikan, klien kami akan mengambil tindakan penguasaan lahan dan kami akan membangun portal khusus jika ada yang ingin lewat tanah tersebut," sebutnya.
Melalui media ini, Ferryanto juga mengingatkan bahwa jika pemkab tetap mengabaikan hak kliennya dan tidak memberikan keputusan terkait pembayaran tanah, maka kliennya akan mengambil tindakan tegas.
Ia meminta agar masyarakat memahami situasi ini dan tidak mengeluhkan tindakan yang diambil.
Ferryanto juga menegaskan bahwa pemilik tanah tidak menolak akses jalan, melainkan berharap Pemkab Karawang dan Kementerian PUPR segera menyelesaikan persoalan hak tersebut.
"Kami akan melaporkan persoalan pembebasan lahan Jalan Lingkar Tanjungpura ini, dari pembangunan hingga perawatan dan perbaikan yang dibiayai APBN, ke semua APH dan Ombudsman RI atas pelanggaran hak warga tanpa mengikuti prosedur hukum yang benar," tutupnya.(rls)