Ketua AMPHI Wahyudin Jali (foto : ist) |
JAKARTA – Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial (KY), Rabu 15 Januari 2025.
Laporan ini diajukan terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara yang melibatkan Andri Tedjadharma, yang menggugat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia atas penyitaan harta pribadi.
Andri Tedjadharma mengungkapkan bahwa hakim yang menangani kasusnya diduga mengabaikan bukti-bukti penting yang seharusnya dapat membuktikan adanya ketidakberesan dalam penegakan hukum.
Ketua AMPHI, Wahyudin Jali, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa laporan ini disampaikan setelah pihaknya menelaah fakta-fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.
"Fakta-fakta tersebut dinilai dapat merusak integritas peradilan Indonesia dan mencederai rasa keadilan bagi pihak yang terlibat," ujar Wahyudin.
AMPHI menyoroti beberapa bukti yang tidak dipertimbangkan dalam persidangan, antara lain:
1. Putusan Kasasi yang Tidak Pernah Ada
AMPHI menyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) mengonfirmasi bahwa tidak ada berkas permohonan kasasi dari BPPN terhadap Bank Centris. Salinan putusan kasasi yang diterima Andri pada 1 November 2022 juga diragukan keasliannya, karena MA mengeluarkan tiga surat resmi yang menyatakan berkas kasasi tersebut tidak pernah diterima.
2. Sertifikat Lahan yang Hilang
Sertifikat lahan seluas 452 hektar yang merupakan jaminan Bank Centris tidak ditemukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), meskipun Bank Indonesia mengklaim telah menyerahkannya pada tahun 1999. Andri Tedjadharma juga tidak menerima jawaban terkait keberadaan sertifikat tersebut.
3. Dokumen yang Tidak Sah Secara Hukum
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan tidak dapat menunjukkan sertifikat autentik atas lahan tersebut. Yang ada hanya catatan serah terima dokumen yang dinilai tidak sah secara hukum.
4. Keterangan Saksi Ahli yang Diabaikan
Keterangan saksi ahli yang menyatakan bahwa Akte 46 Perjanjian Perdata antara Bank Centris dan Bank Indonesia seharusnya menjadi dasar utama dalam sengketa ini juga tidak dipertimbangkan oleh hakim.
Wahyudin Jali menegaskan, bahwa pihaknya melihat adanya indikasi pelanggaran kode etik oleh hakim dalam perkara ini.
"Fakta-fakta penting yang dapat membuktikan kebenaran justru diabaikan. Kami memandang perlu untuk membawa hal ini ke Komisi Yudisial agar integritas peradilan dapat dipertahankan," ujar Wahyudin.
AMPHI juga menekankan bahwa langkah ini tidak hanya bertujuan untuk membela Andri Tedjadharma, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. Dalam laporannya, AMPHI meminta Komisi Yudisial untuk:
1. Memeriksa majelis hakim yang memutus perkara ini atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
2. Memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran.
3. Menjamin bahwa putusan pengadilan yang akan datang didasarkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan integritas.
AMPHI menyertakan berbagai dokumen pendukung, termasuk surat dari Mahkamah Agung, DJKN, serta dokumen persidangan yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan oleh majelis hakim.
"Dengan langkah ini, AMPHI berharap Komisi Yudisial dapat bertindak tegas dalam menjaga kredibilitas lembaga peradilan dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat," pungkasnya.(id).