Oleh : Ade Rama Akbar Alensyah
Indonesia menghadapi dua tantangan besar yang dapat mengancam stabilitas ekonomi, yaitu: ketahanan pangan yang lemah dan dampak krisis iklim. Ketergantungan Indonesia pada impor pangan terus meningkat, dengan data FAO (2023) menunjukkan impor beras mencapai lebih dari 10 juta ton dan gandum 11 juta ton pada 2022.
Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga pangan global. Selain itu, sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia juga terancam oleh perubahan iklim yang ekstrem.
Laporan IPCC (2022) memperingatkan bahwa hasil pertanian Indonesia dapat turun hingga 30% pada 2050 akibat suhu yang meningkat dan pola cuaca yang tidak menentu. Fenomena cuaca ekstrem, seperti banjir dan kekeringan, dapat merusak infrastruktur pertanian dan memperburuk kemiskinan di daerah rawan bencana.
Krisis iklim juga berpotensi mengguncang ekonomi Indonesia. Sebagian besar wilayah pesisir Indonesia terancam oleh kenaikan permukaan air laut, sementara bencana alam terkait iklim semakin sering terjadi.
Menurut laporan Asian Development Bank (ADB, 2023), Indonesia dapat kehilangan 3-5% dari PDB pada 2050 akibat kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam. Sektor pertanian dan perikanan yang sangat bergantung pada cuaca yang stabil akan sangat terdampak, mengurangi kemampuan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu merumuskan solusi yang lebih terintegrasi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah diversifikasi sumber pangan lokal, mengurangi ketergantungan pada impor dengan mengembangkan pangan lokal yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, seperti ubi jalar, jagung, dan sorgum.
Selain itu, penerapan teknologi pertanian presisi yang lebih efisien, seperti pengoptimalan penggunaan air dan pupuk dapat meningkatkan hasil produksi.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur pertanian yang tahan iklim, termasuk irigasi yang efisien dan ramah lingkungan, serta penggunaan data besar (big data) untuk memprediksi cuaca, juga sangat penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim.
Selain itu, percepatan transisi ke energi terbarukan juga menjadi kunci dalam mengurangi emisi karbon yang berdampak terhadap perubahan iklim.
Pemerintah perlu memperkuat kebijakan pengurangan deforestasi dan memanfaatkan potensi energi terbarukan Indonesia, seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi.
Potensi besar ini, menurut laporan UNEP (2023), dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil sekaligus mendukung pencapaian target pengurangan emisi karbon.
Kolaborasi internasional juga diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan global. Indonesia harus memperkuat kerjasama dengan negara-negara produsen pangan dan lembaga internasional untuk memastikan pasokan pangan yang stabil, sekaligus berbagi teknologi pertanian yang lebih efisien.
Selain itu, pemerintah perlu berkolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk mengimplementasikan praktik pertanian ramah lingkungan, serta memberdayakan masyarakat dengan edukasi tentang keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana.
langkah-langkah di atas merupakan suatu upaya Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi dampak krisis iklim untuk menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan resilient di masa depan.