Iklan

Iklan

Narasi Kontra : Bela Negara atau Rekayasa Kepentingan? Membongkar Agenda di Balik Kasus Pagar Laut PIK-2

BERITA PEMBARUAN
14 Januari 2025, 00:50 WIB Last Updated 2025-01-13T17:54:56Z


Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla.


Tindakan yang dilakukan oleh Sandi Martapraja, seorang mahasiswa yang diklaim memimpin pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 km yang merupakan Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) adalah seorang mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Banten, tidak hanya penuh kejanggalan, tetapi juga bertentangan dengan semangat “Bela Negara” yang diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. 


Bela Negara adalah kewajiban setiap warga negara untuk menjaga kedaulatan dan keadilan, bukan untuk terlibat dalam kegiatan yang justru mengaburkan fakta, melindungi kepentingan segelintir pihak, dan merugikan rakyat banyak.


Indikasi Rekayasa dan Kolusi Besar ada indikasi kuat bahwa kasus ini bukan inisiatif individu atau swadaya murni masyarakat, melainkan bagian dari “joint operation” antara pengusaha besar dan penguasa besar. Dengan menggunakan kekuatan uang dan pengaruh politik, mereka diduga merancang narasi yang menyesatkan untuk menyembunyikan pelanggaran hukum dan konflik kepentingan yang terjadi di kawasan PIK-2.


Cara-cara seperti penyamaran, manipulasi pengakuan masyarakat, dan klaim swadaya adalah bentuk tipu muslihat yang dirancang untuk menghindari tanggung jawab hukum. Ketakutan akan dianggap bersalah membuat mereka menggunakan segala cara, termasuk memanfaatkan mahasiswa dan masyarakat kecil sebagai tameng.


Cukup sudah, bangsa tidak boleh dibohongi lagi rakyat Indonesia telah belajar dari satu dasawarsa terakhir, di mana bangsa ini dipimpin oleh tokoh yang mengabaikan etika dan moral dalam menjalankan amanah rakyat. 


Perilaku zalim seperti ini tidak boleh dibiarkan berlanjut, karena hanya akan memperpanjang luka bangsa dan merusak cita-cita negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Kasus pagar laut ini adalah contoh nyata bagaimana kekuasaan dan uang digunakan untuk membenarkan ketidakadilan. Jika dibiarkan, ini tidak hanya merusak kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, tetapi juga menodai semangat perjuangan bangsa yang telah dibangun dengan darah dan air mata para pahlawan.


Langkah tegas Presiden Prabowo Subianto kini saatnya Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Sebagai pemimpin yang dipercaya untuk membawa bangsa ini keluar dari bayang-bayang oligarki dan manipulasi, beliau harus:


1. Menegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu :

Segala bentuk rekayasa dan manipulasi yang terindikasi dalam kasus pagar laut ini harus diselidiki dengan serius. Aparat penegak hukum harus diberi kewenangan penuh untuk memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk oknum pengusaha dan pejabat yang diduga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi kepentingan tertentu.


2. Mengembalikan Aset Negara yang Disalahgunakan :

Jika terbukti bahwa pagar laut ini melibatkan pelanggaran terhadap aset negara, seperti pantai, laut, atau tanah timbul, maka Presiden harus memerintahkan pengembalian aset tersebut kepada negara untuk kepentingan rakyat.


3. Mengutamakan Kepentingan Nelayan dan Masyarakat Pesisir :

Proyek-proyek seperti ini seringkali merugikan masyarakat kecil yang kehilangan akses terhadap sumber daya alam. Presiden harus memastikan bahwa kebijakan pemerintah berpihak kepada rakyat, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir, yang selama ini menjadi korban dari praktik-praktik oligarki.


Dasar hukum untuk menindak rekayasa dan manipulasi apabila terbukti bahwa kasus ini merupakan rekayasa yang dirancang untuk menipu rakyat dan pemerintah, maka beberapa dasar hukum dapat digunakan untuk menindak para pelaku :


1. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pembangunan pagar laut yang menghalangi akses rakyat dan menguntungkan pihak tertentu adalah pelanggaran terhadap amanat konstitusi ini.


2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) :

Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa negara berwenang untuk mengatur penguasaan dan penggunaan tanah demi kepentingan rakyat banyak. Penguasaan laut atau pantai oleh pihak swasta yang merugikan masyarakat jelas bertentangan dengan hukum agraria.


3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : 

Setiap tindakan yang merusak lingkungan atau melanggar tata ruang wilayah pesisir dapat dikenakan sanksi pidana sesuai undang-undang ini.


4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :

Pasal-pasal terkait penipuan, pemalsuan dokumen, dan penyalahgunaan wewenang dapat digunakan untuk menindak pihak-pihak yang terbukti melakukan manipulasi dalam kasus ini. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Bermartabat


Presiden Prabowo Subianto memiliki tanggung jawab besar untuk membawa bangsa ini melewati “Gerbang Kemerdekaan” yang sejati, di mana rakyat hidup dalam keadilan, kemakmuran, dan bermartabat. Kasus pagar laut ini adalah ujian besar untuk membuktikan komitmen beliau dalam menegakkan hukum dan melindungi rakyat.


Mari kita jadikan momen ini sebagai titik balik untuk menghentikan segala bentuk manipulasi, rekayasa, dan praktik zalim yang telah lama mencederai bangsa ini. 


Dengan keberanian dan keteguhan hati, Indonesia dapat kembali menjadi bangsa yang berdaulat dan bermartabat di bawah kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat.


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Narasi Kontra : Bela Negara atau Rekayasa Kepentingan? Membongkar Agenda di Balik Kasus Pagar Laut PIK-2

Terkini

Topik Populer

Iklan