JAKARTA - Sayap Muda Kelas Pekerja dari Partai Buruh kembali mengadakan seri diskusi IMAJINESIA yang bertajuk 'Mungkinkah Buruh Menjadi Presiden?'
Diskusi ini dilaksanakan Senin, 13 Januari 2025, dihadiri oleh perwakilan mahasiswa pemohon penghapusan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi, ahli hukum tata negara, PERLUDEM, dan perwakilan Partai Buruh.
Diskusi ini berfokus pada upaya bersama untuk mengawal revisi UU Pemilu, strategi sosialisasi isu pemilu ke masyarakat luas, dan pentingnya kolaborasi antar berbagai elemen masyarakat dalam proses tersebut.
Presidential Threshold adalah bentuk pengkartelan elit kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol lembaga eksekutif tertinggi. Kebijakan ini telah menghambat demokrasi yang sejati dengan membatasi akses rakyat dalam proses kepemimpinan politik.
Suara Muda Kelas Pekerja Partai Buruh dengan tegas menyatakan bahwa hancurnya rezim ambang batas ini adalah langkah penting menuju demokrasi yang lebih inklusif dan berkeadilan.
“Partai Buruh terus memanaskan mesin perjuangannya. Kami, khususnya Suara Muda Kelas Pekerja, akan melawan dan menghancurkan rezim ambang batas, serta memperjuangkan perubahan dalam UU Paket Politik yang selama ini mengesampingkan rakyat pekerja,” ujar Zidan Faizi, Ketua Sayap Muda Kelas Pekerja Partai Buruh sebagainya dilansir media ini, Jumat (17/01/2025).
"Kaum muda kurang dilibatkan dalam perumusan kebijakan. Singkatnya, stakeholder lebih melibatkan kami sebagai generasi muda dalam perumusan arah kebijakan negara," ujar Tsalis Fatna, salah satu dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta penggugat Presidential Threshold.
Perwakilan mahasiswa lainnya, Faisal Nasirul Haq menyampaikan pentingnya aktivis mahasiswa dalam mengawal isu ini.
"Kami ingin membuktikan bahwa aktivisme yang dilakukan mahasiswa dalam hal Presidential Threshold ini bisa digabungkan antara gerakan aktivisme dan juga gerakan akademis," ujar Faisal.
Iqbal Kholidin dari PERLUDEM menyoroti pentingnya konsolidasi demokrasi antara masyarakat sipil, organisasi buruh, dan pemangku kepentingan lainnya.
Ia menekankan perlunya menaikkan isu pemilu menjadi isu kolektif di masyarakat dan membuat inisiatif-inisiatif untuk perbaikan sistem kepemiluan.
“Kita perlu untuk ada konsolidasi demokrasi yang utuh antara teman-teman masyarakat sipil,” ujar Iqbal.
Sementara Rivaldi Haryo Seni dari Partai Buruh menjelaskan strategi partai pasca putusan MK.
“Ke depannya kami akan fokus pada ambang batas parlemen, termasuk fokus pada ideologisasi, pengawalan isu-isu politik seperti revisi UU Pemilu dan UU Ketenagakerjaan, serta penggalangan aksi massa,” ujar Rivaldi.
Partai Buruh berkomitmen untuk menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal akar demokrasi melalui perjuangan dalam memperbarui Undang-Undang 1/1985 tentang Pemilihan Umum (UU Paket Politik). Undang-undang ini harus menjadi instrumen yang benar-benar mengatur ruang demokrasi demi kepemimpinan politik yang terbuka dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Partai Buruh mengajak berbagai lapisan masyarakat Indonesia untuk bersama-sama merebut kembali demokrasi sejati untuk kepentingan rakyat pekerja serta memastikan bahwa setiap suara didengar, setiap hak dihormati, dan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin di tanah air Indonesia.[*/Ari]