![]() |
Salah satu korban LPK Galuh Berkarya yang minta pemerintah menyelesaikan persoalan beberapa korban LPK karena ijazah dan surat berharga lainnya tertahan di LPK tersebut,. Aksi ini dilakukan di Kantor Disnakertrans Karawang, Kamis 13 Februari 2025.(foto: ist) |
KARAWANG - Puluhan korban yang terdaftar di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Galuh Berkarya kecewa terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang, khususnya pada Komisi IV.
Komisi IV gagal menemani mereka dalam upaya mengajukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mencari solusi permasalahan penahanan berkas penting mereka.
Berkas-berkas yang ditahan, seperti ijazah, BPKB, dan sertifikat tanah, digunakan sebagai jaminan dalam proses pemberangkatan kerja ke Jepang.
Menurut pantauan jurnalis di lapangan, puluhan korban, yang didampingi kuasa hukum, mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang untuk menyampaikan keluhan dan memohon bantuan terkait penahanan berkas mereka oleh pihak LPK Galuh Berkarya.
Salah satu korban, Tumisi, warga Klari, menjelaskan bahwa dirinya telah datang ke Disnaker Karawang untuk mencari solusi atas penahanan dokumen pentingnya.
Tumisi mengungkapkan, LPK Galuh Berkarya tidak memiliki sertifikat standar OSS yang diperlukan untuk memberangkatkan calon tenaga kerja ke Jepang. Akibatnya, pihak LPK tersebut terpaksa menggunakan LPK lain untuk proses pemberangkatan.
"LPK Galuh Berkarya belum memiliki sertifikat standar OSS, jadi mereka tidak bisa memberangkatkan calon tenaga kerja ke Jepang. Mereka akhirnya menggunakan LPK lain," ujar Tumisi saat diwawancarai pada Kamis (13/2/2025).
Lebih lanjut, Tumisi menuturkan bahwa ia dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang dalam waktu paling lambat satu tahun dengan dua opsi pembiayaan: anggaran mandiri sebesar Rp40 juta atau dana talang sebesar Rp60 juta yang akan dipotong Rp10 juta per bulan selama enam bulan.
Namun, setelah melaporkan masalah ini secara hukum, Tumisi dan beberapa korban lainnya akhirnya dikeluarkan sepihak dari program tersebut dan diminta untuk membayar denda sebesar Rp15 juta.
Tumisi menuturkan bahwa sejak awal, penahanan dokumen seperti ijazah, BPKB, dan sertifikat tanah telah menjadi persyaratan bagi mereka yang memilih menggunakan dana talang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Rosmalia Dewi, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pihaknya hanya berperan sebagai pembina LPK yang ada di Kabupaten Karawang dan bertugas melindungi masyarakat.
Rosmalia menegaskan bahwa Disnakertrans akan berusaha memenuhi tuntutan yang menjadi hak korban.
“LPK Galuh Berkarya memang tidak memiliki izin untuk memberangkatkan tenaga kerja ke Jepang dan harus menggunakan LPK lain untuk proses tersebut,” ujar Rosmalia.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat yang berencana bekerja ke luar negeri untuk berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan iming-iming.
"Pastikan untuk mempelajari persyaratan dengan seksama, baik terkait fisik maupun kemampuan, terutama penguasaan bahasa," sebutnya.(bdg)