Iklan

Iklan

#KaburAjaDulu : Brain Drain dan Omong Kosong Kesejahteraan Kapitalis

BERITA PEMBARUAN
19 Februari 2025, 18:55 WIB Last Updated 2025-02-19T11:55:07Z


Oleh: Hafizah D.A., S.Si


Tagar #KaburAjaDulu masih ramai dibicarakan di media sosial Indonesia. Pencarian di platform X menunjukkan berbagai unggahan yang mengajak generasi muda pindah ke negara lain, untuk keperluan memperoleh beasiswa pendidikan dan lowongan kerja di negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Eropa yang kekurangan tenaga kerja produktif.


Tren ini juga merefleksikan keluhan netizen tentang tingginya biaya pendidikan, sempitnya lapangan kerja, layanan kesehatan yang minim, serta kondisi politik yang tidak stabil. Anak muda kecewa dengan kebijakan ekonomi yang lebih menguntungkan investor dan pemodal, sementara rakyat kecil terpinggirkan. 


Infrastruktur memang dibangun, tetapi kesejahteraan tidak ikut meningkat. Maka, tren ini menjadi simbol kekecewaan sekaligus upaya mencari kehidupan yang lebih baik.(CNN Indonesia, 7 Februari 2025)


Orang Pintar = Tak Beruntung 

Fenomena #KaburAjaDulu berkaitan erat dengan brain drain, yaitu ketika individu cerdas dan berbakat memilih bekerja di luar negeri demi standar hidup lebih baik. Faktor lain yang mendorong mereka adalah ketidakstabilan politik serta penyimpangan norma dan agama.


Sejak 1960-an, Indonesia mengalami brain drain. Banyak mahasiswa Indonesia di Rusia memilih tidak pulang. Begitu pula dengan generasi muda yang dikirim BJ Habibie ke luar negeri pada 1980-an, yang akhirnya menetap dan bekerja di Amerika Serikat (Beautynesia, 5 Februari 2025).


Data Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencatat bahwa antara 2019–2022, sebanyak 3.912 WNI usia 25-35 tahun menjadi warga negara Singapura (Kompas, 5 Februari 2025).


Dampaknya? Negara kehilangan SDM berkualitas, yang berakibat pada terhambatnya pembangunan, penurunan kualitas layanan publik, serta tergerusnya kedaulatan negara akibat ketergantungan terhadap modal dan tenaga asing.


 Liberalisasi Ala Kapitalis

Fenomena brain drain mencerminkan ketimpangan antara negara berkembang dan maju akibat liberalisasi ekonomi hasil kebijakan politik dan ekonomi sistem kapitalis liberal. 


Negara kapitalis menguasai sumber daya negara berkembang dengan dalih investasi, sementara rakyatnya hanya mendapatkan dampak negatif, lingkungan rusak, sulitnya mendapat pekerjaan, terbatasnya akses pendidikan dan kesehatan, serta kondisi sosial yang tidak stabil.


Kekayaan di negara kapitalis pun hanya berputar di kalangan elit. Kebijakan pro-korporasi terlihat dalam UU Cipta Kerja, yang menyebabkan eksploitasi tenaga kerja dengan upah murah serta PHK massal akibat relaksasi impor. 


Pemerintah malah mendorong rakyat menjadi PMI untuk menyumbang devisa atau berwirausaha dengan dukungan setengah hati melalui pinjaman berbunga.


Dalam sistem kapitalis, pendidikan menjadi bisnis, di mana kualitas berbanding lurus dengan biaya. Anggaran pendidikan terus terpangkas, sementara korupsi memperparah situasi. 


UKT mahal, tenaga pendidik tidak dihargai, dan ketidakpastian kerja setelah lulus membuat generasi muda lebih memilih pindah ke luar negeri, meskipun pajak tinggi dan budaya berbeda. Apalagi, negara maju aktif membuka kesempatan bagi tenaga asing melalui beasiswa dan pekerjaan yang menjanjikan kesejahteraan.


Kesejahteraan Berkeadilan dalam Islam

Brain drain tidak akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam kaffah. Dalam Islam, kesejahteraan dijamin melalui kebijakan ekonomi dan politik yang memastikan setiap individu terpenuhi hak dasarnya. Pemimpin bertanggung jawab sebagai raa'in, yang memastikan tiap rakyat mendapatkan layanan publik berkualitas secara terjangkau atau gratis, termasuk pendidikan, kesehatan, energi, air bersih, transportasi, dan keamanan.


Selain itu, pemimpin juga memastikan tiap individu rakyatnya terpenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan, dan papan dengan menyediakan lapangan kerja luas serta memberikan modal usaha atau tanah hibah tanpa riba bagi laki-laki sebagai tulang punggung keluarga .


Sistem ekonomi Islam mencegah ketimpangan dengan beberapa mekanisme, antara lain:


1. Pengelolaan Sumber Daya Alam oleh Negara

Sumber daya alam milik rakyat dikelola negara sehingga dapat membuka lapangan kerja di berbagai sektor, seperti eksplorasi, ekstraksi, hingga penelitian. Keuntungannya digunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas dasar publik.


2. Modal Usaha Bebas Riba

Negara memberikan modal atau lahan hibah secara gratis tanpa bunga. Tidak ada pungutan pajak yang memberatkan dan birokrasi diperpendek.


3. Dukungan untuk Industri Lokal

Negara mengembangkan industri dalam negeri dan membatasi impor yang merugikan rakyat, sehingga menciptakan lapangan kerja yang stabil.


4. Fokus pada Sektor Strategis

Seperti pertanian, peternakan, perkebunan, serta perdagangan sebagai sumber pendapatan negara dan rakyat.


Sistem politik dan ekonomi Islam dapat berjalan dengan baik karena didukung oleh penerapan sistem pendidikan Islam. Tujuannya bukan sekadar mencetak tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri kapitalis, tetapi membangun individu bertakwa dengan akhlak unggul serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Dengan pendidikan khas yang membentuk individu berkepribadian Islam, rakyat memahami bahwa kebermanfaatannya untuk umat adalah bagian dari pertanggungjawaban mereka di hadapan Allah.


Dengan sistem ini, kesejahteraan dan stabilitas hidup rakyat terjamin, sehingga tidak ada alasan untuk #KaburAjaDulu. Sebab, dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, setiap individu mendapatkan haknya dengan adil dan berkeadilan.


Wallahu’alam.


Penulis adalah Aktivis Dakwah, berdomisili di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • #KaburAjaDulu : Brain Drain dan Omong Kosong Kesejahteraan Kapitalis

Terkini

Topik Populer

Iklan