Iklan

Iklan

Kisruh Masjid Agung Karawang dalam Bingkai Taat Asas

BERITA PEMBARUAN
24 Februari 2025, 22:56 WIB Last Updated 2025-02-24T22:50:55Z


Oleh: Jaa Maliki


Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, pengajian keagamaan, dan fungsi sosial ekonomi. Oleh karena itu, masjid merupakan tempat yang mengandung nilai kebajikan dan kemaslahatan umat, baik dari dimensi ukhrawi maupun duniawi.


Karena pentingnya keberadaan Masjid Agung, maka pemerintah perlu mengaturnya dalam bentuk regulasi sebagai panduan dalam pengelolaan masjid agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya sebagai tempat ibadah (sholat) dan fungsi sosial lainnya. 


Lahirnya Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid menunjukkan bahwa pemerintah berkepentingan untuk memastikan masjid memiliki peran strategis dalam pembinaan umat, serta melindungi, memberdayakan, dan mempersatukan umat untuk mewujudkan umat yang berkualitas, moderat, dan toleran.


Akhir-akhir ini, umat Islam Karawang merasa kaget dan prihatin dengan munculnya "gejolak" dalam Kepengurusan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Karawang. Gejolak ini berawal dari proses "suksesi" Kepengurusan DKM Masjid Agung Karawang, yang melahirkan dua kubu yang saling berseberangan.


Kelompok Pro Formatur

Kelompok pertama, yang disebut Kelompok Pro Formatur, berpegang pada Musyawarah Jama'ah Masjid Agung Karawang pada Kamis, 16 Januari 2025, bertempat di Masjid Agung Karawang.


 Sebagai pimpinan Musyawarah Jama'ah tersebut, H. Asep Zaelani, M.N., M.A., dan KH. Ceceng Syarif Husen, M.M., M.Pd., memutuskan untuk membentuk 9 (sembilan) orang anggota Tim Formatur yang bertugas menyelenggarakan pemilihan Ketua DKM Masjid Agung Karawang, termasuk menentukan tempat, waktu, dan mekanisme pemilihan.


Tim Formatur ini terdiri dari perwakilan Kemenag, Pemda, Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Karawang, dan enam orang tokoh masyarakat (jamaah) Masjid Agung.


Perwakilan dari Kemenag dan Pemda Karawang menjadi anggota Tim Formatur sebagai amanat dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006, yang menjadi dasar terbitnya Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. 


Keputusan ini juga mengacu pada BAB III, terkait Masjid Agung, khususnya pada poin (1) huruf (d) Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014.


Kelompok Pro Kepanitiaan

Kelompok kedua, yang disebut Kelompok Pro Kepanitiaan, berpegang pada Musyawarah Jama'ah pada Kamis, 23 Januari 2025, bertempat di Masjid Agung Karawang. 


Musyawarah ini memutuskan untuk membentuk Panitia Pemilihan Ketua DKM Masjid Agung Karawang, yang ditetapkan dalam Surat Keputusan No. 100/SK/MASQK/I/2025 yang ditandatangani oleh Ketua DKM Masjid Agung Karawang, H. Acep Jamhuri. 


Namun, keputusan ini tetap mengakui keberadaan Tim Formatur, karena dalam keputusan tersebut tidak ada poin yang membubarkan atau membekukan Tim Formatur.


Keputusan ini mendapat penolakan dari Kelompok Pro Formatur, yang merespons dengan mengirimkan "Surat Terbuka" dengan tembusan ke Kemenag dan Pemda Karawang. 


Tak hanya itu, mereka juga melakukan audiensi dengan Kemenag Karawang yang diterima langsung oleh Kepala Kemenag Karawang, H. Sopian. 


Kubu Tim Formatur meminta Kemenag Karawang untuk mengawal dan menjalankan Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014 guna menyelesaikan "gejolak" yang terjadi di DKM Masjid Agung Karawang.


Jika ditelisik lebih dalam, keberadaan dua kubu ini justru semakin mempersulit pengelolaan Masjid Agung Karawang, apalagi menjelang bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi.


Beberapa Poin yang Harus Segera Disikapi dalam Kekisruhan Kepengurusan DKM Masjid Agung Karawang


A. Konsistensi

Pada prinsipnya, gejolak atau kegaduhan dalam tubuh DKM Masjid Agung Karawang seharusnya tidak terjadi apabila kepengurusan dan jamaah berpegang teguh pada keputusan Musyawarah Jama'ah Kamis, 16 Januari 2025, yang memutuskan pembentukan Tim Formatur. 


Tim Formatur ini terdiri dari perwakilan pemerintah, ulama, majelis taklim, dan tokoh masyarakat sekitar Masjid Agung Karawang. Konsistensi terhadap keputusan Tim Formatur seharusnya menjadi dasar dalam memilih (suksesi) DKM Masjid Agung Karawang.


B. Moral Organisasi

Pengelolaan Masjid Agung Karawang harus dilandasi dengan semangat "tabarrukan" karena masjid ini memiliki nilai historis. Dengan semangat spiritual ini, setiap keputusan dalam pengelolaan masjid perlu mempertimbangkan landasan moral.


Ketika keputusan Musyawarah Jama'ah menghasilkan Tim Formatur sebagai pedoman dalam menjalankan "suksesi" DKM Masjid Agung Karawang, semestinya keputusan tersebut diikuti dengan konsisten. 


Ironisnya, DKM Masjid Agung Karawang justru menggelar Musyawarah Jama'ah kedua, yang seolah mendelitimasi Tim Formatur. Inilah yang menjadi pemicu gejolak dalam tubuh DKM dan jamaah Masjid Agung Karawang.


C. Taat Asas

Keberadaan Masjid Agung Karawang dalam perspektif regulasi terikat dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. 


Terkait dengan "Suksesi", proses ini memerlukan legalitas dari Kemenag Karawang dalam bentuk rekomendasi sebagai dasar Bupati Karawang mengeluarkan Surat Keputusan Kepengurusan DKM Masjid Agung Karawang.


Dilantiknya Kepengurusan Masjid Agung Karawang oleh Dewan Masjid Indonesia Provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu, secara regulasi, tidak memenuhi tahapan yang benar dan kepengurusannya dapat dianggap ilegal karena melanggar Keputusan Dirjen Bimas Islam No.DJ.II/802 tahun 2014.


Penulis adalah A'wan PCNU Karawang


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kisruh Masjid Agung Karawang dalam Bingkai Taat Asas

Terkini

Topik Populer

Iklan