Iklan

Iklan

Tambang Batubara di Batu Anting, Potret Ketidakberesan yang Menyengsarakan Lingkungan dan Masyarakat

BERITA PEMBARUAN
22 April 2025, 15:21 WIB Last Updated 2025-04-22T08:21:24Z


Oleh : Yamadipati


Di tepi jalan provinsi KM 92 tepatnya hanya selemparan batu dari belakang toko jaringan waralaba ritel modern di Desa Batu Anting, Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan, aktivitas penambangan batubara yang berlangsung menjadi sorotan publik beberapa waktu ini. 


Tambang batubara yang berlokasi di pinggir jalan provinsi ini tidak hanya membahayakan keselamatan pengguna jalan dan warga setempat, tetapi juga merusak lingkungan sekitar. 


Surat ini akan mengupas lebih dalam mengenai temuan-temuan terkait longsoran tanah yang terus berulang, pembuangan tanah penutup (overburden) yang mencemari sungai, angkutan tambang yang melalui jalan provinsi, serta permasalahan perizinan yang sangat dipertanyakan. 


Lebih penting lagi, tulisan ini menggali respons yang sangat minim dari pihak berwenang, baik pemerintah maupun aparat, yang menimbulkan kecurigaan terkait adanya kepentingan yang tak terlihat di balik operasi tambang ini.


Longsoran Tanah yang Berulang


Salah satu masalah yang paling menonjol dan meresahkan adalah longsor yang terjadi di area tambang. Dalam beberapa bulan terakhir, tanah yang terpapar oleh kegiatan penambangan batubara mengalami kerusakan yang cukup parah. 


Hasil investigasi di lapangan mengungkapkan bahwa longsor terjadi hampir setiap bulan, bahkan lebih sering dari itu. Salah satu insiden terbaru terjadi pada tanggal 9 Ferbruaru 2025, di mana longsoran besar nampak mengenai dan mencemari Sungai Kintap. 


Tidak hanya membahayakan warga setempat, longsoran ini juga mengganggu lalu lintas warga di sungai yang merupakan urat nadi perekonomian warga yang berada di sekitar area tambang. Beberapa warga melaporkan bahwa mereka merasa terancam, karena tanah yang longsor dapat membahayakan keselamatan warga. 


Namun, hingga kini belum ada tindakan konkret dari pihak tambang untuk mencegah terjadinya longsor ini secara berkelanjutan, selain upaya terbatas yang dilakukan setelah kejadian.


Selain longsor, pencemaran lingkungan menjadi masalah besar lain yang dihadapi masyarakat sekitar. Sungai yang berada dekat dengan lokasi tambang, yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan bagi warga, kini tercemar oleh limbah batubara.


Limbah-limbah ini menodai air sungai, mengubahnya menjadi keruh dan penuh dengan endapan. Sumber daya alam yang semula memberikan kehidupan kepada warga sekitar kini tidak dapat digunakan untuk air konsumsi atau kegiatan sehari-hari lainnya. 


Warga yang mencoba mengeluh kepada pihak berwenang mengungkapkan kekecewaannya karena laporan mereka tampaknya tidak ditindaklanjuti dengan serius.


Warga yang bekerja sebagai nelayan tangkap juga mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan ikan dan rusaknya ekosistem sungai. Keberadaan fauna dan flora yang dulu berkembang biak di sepanjang aliran sungai kini hampir punah, akibat polusi berat yang ditimbulkan oleh kegiatan tambang ini.


Lebih mengkhawatirkan lagi, kupasan tanah penutup yang dibuang juga hampir menimbun pemakaman umum desa. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan warga yang merasa tidak dihormati dan kehilangan tempat peristirahatan bagi orang-orang terkasih mereka. Protes dari warga terkait masalah ini tampaknya diabaikan oleh pihak pengelola tambang.


Perizinan Tambang yang Dipertanyakan

Salah satu temuan yang mengejutkan adalah ketidakjelasan perizinan tambang tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari sumber-sumber di lapangan, izin yang dimiliki oleh perusahaan tambang untuk beroperasi di Desa Batu Anting belum sepenuhnya jelas. 


Beberapa sumber di pemerintah daerah mengungkapkan bahwa tidak ada transparansi mengenai proses perizinan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.


Bahkan, berdasarkan penelusuran lebih lanjut, beberapa izin yang diklaim dimiliki oleh pihak tambang dianggap bermasalah karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak ada bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa kegiatan ini sudah memenuhi semua syarat dan prosedur yang diwajibkan oleh peraturan daerah dan nasional terkait perlindungan lingkungan hidup dan keberlanjutan operasional tambang.


Dugaan ini semakin diperkuat dengan sikap diamnya pihak berwenang yang seolah menutup mata terhadap masalah perizinan yang sangat krusial. Bahkan, warga yang mencoba meminta klarifikasi terkait status perizinan tambang ini merasa diabaikan oleh aparat dan pemerintah setempat.


Ketidakresponsifan Pemerintah dan Aparat: Apa yang Terjadi di Balik Layar?


Mungkin yang paling mengherankan dalam seluruh kasus ini adalah ketidakresponsifan pihak pemerintah dan aparat penegak hukum. Meskipun masalah longsor, pencemaran lingkungan, dan ketidakjelasan perizinan sudah berulang kali dilaporkan, baik pemerintah daerah maupun aparat kepolisian tampak tidak mengambil tindakan yang memadai.


Menurut keterangan sejumlah aktivis lingkungan setempat, mereka telah melaporkan permasalahan ini berkali-kali ke berbagai instansi, namun tidak ada langkah nyata yang diambil untuk menindaklanjuti aduan mereka. Sumber-sumber yang enggan disebutkan juga menyebutkan adanya dugaan hubungan tertentu yang membuat aparat lebih memilih untuk tutup mata terhadap masalah ini.


Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada kepentingan politik dan ekonomi yang terlibat di balik operasional tambang yang merusak ini. Warga merasa bahwa suara mereka tidak didengar, dan perlindungan terhadap lingkungan serta keselamatan mereka terabaikan demi kepentingan segelintir pihak yang mendapatkan keuntungan dari keberlanjutan operasional tambang ini.


Dinas Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Tanah Laut, melalui Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan, H. Adi Rahamni, dalam keterangan yang diberikan, menyampaikan bahwa aktivitas tambang batubara di kawasan Batu Anting Kecamatan Kintap terbukti ilegal dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang jelas.


Ia menjelaskan jika laporan masyarakat sudah diterima dan dilakukan pemeriksaan lapangan, temuan di lapangan sudah disampaikan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan dengan tembusan aparat penegak hukum (APH) terkait, tetapi hingga saat ini belum ada tindakan atau respon yang memadai.


Kondisi yang terjadi di Batu Anting, Kintap, menunjukkan adanya sistem yang rusak dalam pengelolaan dan pengawasan aktivitas tambang batubara. Longsor berulang kali, pencemaran sungai yang membahayakan ekosistem, serta ketidakjelasan perizinan yang melatarbelakangi tambang tersebut adalah tanda-tanda buruk dari ketidakberesan yang terjadi.


Tindakan segera harus diambil untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut, termasuk investigasi menyeluruh terhadap aspek legalitas dan dampak lingkungan dari tambang ini. Pemerintah setempat, aparat penegak hukum, serta perusahaan tambang harus bertanggung jawab penuh atas dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan. 


Jika tidak ada langkah konkret yang diambil untuk memperbaiki situasi ini, maka kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan aparat akan terus merosot, sementara kerusakan lingkungan yang tidak terpulihkan akan semakin meluas.


Warga setempat mendesak agar pemerintah segera melakukan audit terhadap izin operasional tambang dan memastikan bahwa perusahaan tambang bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan. Tanpa ada tindakan tegas, nasib lingkungan dan masyarakat Batu Anting akan terus terancam oleh kelalaian yang telah berlangsung lama.


Surat terbuka ini diharapkan dapat membuka mata semua pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.


Penulis adalah Head Project Operation Nayaka Cyber Indonesia


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tambang Batubara di Batu Anting, Potret Ketidakberesan yang Menyengsarakan Lingkungan dan Masyarakat

Terkini

Topik Populer

Iklan